Langsung ke konten utama

Kalau Kita Bukan Seseorang Itu

hanya ada satu nama yang bisa menyentuh inti hati setiap manusia. hanya ada satu nama yang bisa menjadi yang teristimewa.
terima kenyataan itu.
seperti adit untuk kica. seperti kica untuk adit. seperti banyu untuk rasya. seperti adit untuk faza. hanya ada satu nama–yang meskipun kadang hanya dipertemukan tanpa dipersatukan–yang bisa memiliki tempat itu.
nama itu punya daya pikat luar biasa. nama itu, mendengarnya saja bisa membuat air mata menguap tiba-tiba. seseorang itu begitu menarik, sehingga segala hal kecil yang disukainya juga mencuri perhatian kita. seseorang itu cita-citanya, mimpinya, ingin kita perjuangkan juga.
tapi terima kenyataannya.
hanya sedikit sekali yang dipilihkan bersama dengan seseorang itu. kebanyakan tidak. kebanyakan, pilihan terbaik menurut Tuhan bukan yang terbaik menurut kita.
ada yang lebih susah daripada bersama dengan seseorang yang bukan seseorang itu, daripada ikhlas melepaskan seseorang itu–yaitu menjadi seseorang yang bukan seseorang itu, ikhlas diterima sebagai bukan seseorang itu. sebab selamanya, kita tidak pernah menyentuh inti hatinya.
tetap bersyukurlah–pun kalau kita bukan seseorang itu. sebab kita adalah seseorang itu, kata Tuhan. kita mungkin tidak bisa menyentuh inti hatinya. siapa tau, kita justru bisa menyentuh dan mendiami surga-Nya.

-prawitamutia-

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mula Sebuah Kisah

15 Juni 2016, Aku menatap layar ponselku, satu komentar baru tersemat di sebuah postingan lamaku yang berjudul Puisi Tak Bertuan.  "Happy birthday. Mungkin hari ini membuatmu bahagia, mungkin juga tidak. Semoga kebahagiaan selalu menyertaimu dan semoga sisa umurmu lebih bermanfaat dan barokah"  Aku terdiam sejenak, dia menjejak lagi di laman komentar blog pribadiku masih dengan identitas yang disembunyikan, anonim. Seperti tak mengenal lelah akan abainya sikapku, ia mencoba berbagai cara hanya agar pesannya berbalas. Baiklah. Namun  harus kuakui dialah satu-satunya orang yang mendoakanku tepat di hari itu, selain kedua orang tuaku. Maka demi menghargai niat baiknya, kuucap terimakasih dan kubalas ia dengan doa yang sama. Semoga kebahagiaan selalu menyertai sepanjang hidupmu .  15 Juni 2018,  Hari itu bertepatan dengan 1 Syawal penanggalan kalender hijiriah di tahun 1439. Beberapa hari terakhir aku berteman dengan kesakitan bernama pening, sepagi itu aku terb

Aku Juga Menunggu, Bu

Pagi ini Ibu gelisah, wajahnya terlihat jengkel. Bolak-balik ia masuk kamar. Akhirnya tanpa kutanya, ia menjawab. "Adikmu jika ditunggu lama sekali"  Aku tersenyum tipis, "aku juga sedang menunggu, bu"  "Siapa?"  "Entahlah"  Ibu kemudian meninggalkanku, mungkin ia semakin jengkel, mungkin ia kira aku menggodanya. Padahal aku sungguh-sungguh menunggu. Meski tak tahu siapa yang kutunggu.  ...bukankah kita tak perlu 'apa dan siapa' untuk bisa menunggu?  Bukankah menunggu hanya perlu keyakinan bahwa yang ditunggu pasti datang?  Apapun itu, siapapun itu...  Hey, kamu... aku masih menunggu Pendopo, Juli 2015

Puisi Tak Bertuan

Menjadi hujan... Aku adalah hujan Yang mungkin kamu benci Ketika aku turun tanpa permisi Membasahi lagi cucianmu yang nyaris kering Aku adalah hujan Yang mungkin kamu tunggu Di teriknya siang di Surabaya Aku adalah hujan Yang katanya kamu sukai Tapi kamu lebih memilih berlindung di balik jendela kamarmu Aku adalah hujan Yang mungkin kamu tunggu Tapi kamu selalu berteduh, tidak menyambutku ramah Aku adalah hujan Yang tidak akan pernah lagi menyapamu Karena aku adalah hujan