Langsung ke konten utama

To Those Who Always Ask...

Hmmm. This is 2017. Welcome people who were born in the early 90! 

Kalau kamu laki-laki/perempuam kelahiran tahun 90-94, selamat datang di tahun 2017. Tahun di mana kamu sudah berkepala 2++ (maksudnya 26, 25, 24, 23) gitu. Tahun di mana teman-teman seusiamu sudah menggenapkan separuh agamanya (re : menikah). Tahun di mana kamu bisa koleksi undangan. Tahun di mana kamu akan mendapat banyak pertanyaan 'kapan nikah?' atau 'kapan nyusul?' (well, if you don't. You're the lucky one)

Sebenarnya fenomena nikah muda bukan dimulai sejak tahun ini. Sejak tahun lalu, bahkan tahun lalu lalu juga sudah ada. Sudah banyak sekali teman-teman saya yang beruntung, dipertemukan dengan jodohnya di usia muda. 

Baiklah, mari saya luruskan. Tulisan ini bukan berisi penggalauan pribadi saya karena saya belum menikah. Karena meskipun saya single (status di KTP saya masih tetap 'belum kawin') saya ga galau-galau amat. (nih ga sepenuhnya bener. Hhaa) 

Mungkin lewat tulisan ini, saya ingin menjawab pertanyaan to those who always ask 'kapan kamu nikah?' atau 'kok aku ga nikah-nikah ya?' 

Okay, yang pertama...
Dear, you. Perempuan cantik, siapa pun kamu yang membaca tulisan ini. Bisakah kita tinggalkan sejenak kegalauan-kegalauan kita tentang pertanyaan-pertanyaan yang tersebut di atas, karena sejatinya setiap tanya tak menuntut jawab. Halah apa ini~ 

Kenapa sih, kita (mungkin w aja, u ngga) sibuk menggalaui status jomblo? Memposisikan diri menjadi orang yang menyedihkan karena single/sendiri/jomblo/belum nikah? Ppfftt . Kenapa kita terlalu sibuk bertanya 'kapan giliran saya (ngundang)?' kenapa kita tidak sibuk berbenah, memperbaiki diri, belajar, demi menyambut orang baru yang nantinya akan tinggal di hidup dan hati kita? Kenapa?

Kenapa kita (ehm, sekali lagi... Mungkin aku saja, kalian tidak) lebih suka membuang waktu dengan hal yang tidak bermanfaat ketimbang membaca tentang fiqh nikah atau psikologi anak atau buku apa saja . Kenapa?

Katanya kita sepakat bahwa 'al-ummu madrasatul ula' lantas kalau kita perempuan tumbuh dalam ketidaktahuan, maka generasi kita akan menyusu pada kebodohan? (Syair Arab tuh, bagus yhaa. Dapet dari Ig Gio)

Oke, itu tadi pertanyaan yang jawabannya bisa kalian temukan di hati kalian sendiri hai para perempuan penebar kode~ (ngomong depan cermin)

Lalu, untuk orang-orang yang terlalu peduli dengan kejombloan temannya. Wkwk

Kenapa sih, kita (atau bahkan aku saja. Kalian tidak) sering sekali iseng bertanya ke teman kita 'duh kapan nih ngundang?' . Apa coba kalau bukan iseng namanya? Sudah tahu dia jomblo, ditanyain kapan ngundang? Kan kasihan..... (Maafkan kalau lisan Dby lebih sering bertanya daripada mendoakan kalian. Huhu)

Saya pernah baca tulisan semacam ini "sesungguhnya pertanyaan kapan nikah itu sama saja dengan pertanyaan kapan mati, kita sama-sama tidak tahu. Semuanya rahasia Allah" . 

Kalau katanya jodoh itu di tangan Allah, dan akan tetap di tangan Allah sampai kita menjemputnya. Maka marilah kita hargai usaha mereka yang sedang berusaha menjemput jodohnya tanpa menanyakan 'kapan' . Karena kalau dia sudah siap, calonnya sudah ada. Undangan pasti sampai ke kamu kok (kalau dia nya ingat sama kamu ya) 

Hmmm...
Dear, kita tidak pernah tahu kan, seberapa jauh dan seberapa keras orang-orang jomblo/single di luar sana untuk mempersiapkan pernikahannya? Pernikahan itu sakral, dear. Bukan hanya perustiwa hati, tapi peristiwa peradaban. Menikah bukan hanya untuk membangun keluarga kecil, punya anak lalu bahagia. 

Ada banyak hal yang mungkin dipertimbangkan oleh seseorang sebelum dia memutuskan untuk menikah. Pertama dari segi mental, kedua finansial, dan yang lebih utama dari yang pertama, yang harusnya dipersiapkan adalah ilmu. 

Yup, ilmu. Karena amal tanpa ilmu tidak akan diterima amal tersebut. Bayangkan, menikah, ibadah yang mencakup separuh agama kita, kita jalani tanpa ilmu. Mau di bawa kemana keluarga kita, Mas? (Eeeeh kelepasan. Wk) 

Anw, Menikah muda itu tidak mudah :')
Sekali lagi saya katakan, ada banyak pertimbangan seseorang sebelum dia memutuskan untuk menikah. Bukan saya pro dengan seseorang yang lama membujang, bukan. Saya percaya janji Allah, bahwa rejeki adalah tanggung jawab Allah bagi orang yang mau mejemputnya.

Nah daritadi saya ngomel terus, padahal saya mau jawab pertanyaan teman-teman kepada saya dan kepada dirinya sendiri 'kenapa saya belum juga menikah?' 
Jawabannya karena 'saya/kamu belum siap' . Siapa yang menilai kesiapan kita? Allah. Dear, when you are ready for the responsibility of commitment, Allah will reveal the right person under the right circumtances

Masih kekeuh bilang kalau 'aku udah siap kok' . Samaaa. Tahun 2014 saya juga bilang begitu, bahkan sampai debat ke Ibu saya. Saya bilang saya siap nikah muda. Tapi semakin berumur, saya sadar bahwa saya fakir ilmu. Mungkin itu yang menyebabkan saya belum juga menikah sampai sekarang. 

Terus, terus.. Ada yang bilang 'mending nikah muda daripada pacaran ga jelas. Kalau udah nemu yang cocok, why not?' 
Dih, bandel amat sih. Lagian yang nyuruh situ pacaran siapa? Allah saja melarang pacaran 'la taqrobu zina' . Kalau nikah ya nikah aja, jangan bandingkan nikah sama pacaran. Tak ada yang lebih baik menurut saya, antara pacaran (zinah) dengan nikah muda tapi fakir ilmu (jahil) . Nikah tanpa ilmu lebih menyeramkan daripada single fiisabilillah (nemu istilah di mana ini wkwk) . Asal jangan jadikan fakir ilmu sebagai alasan antunna ga nikah-nikah juga. Kalau merasa belum cukup ilmunya, belajar. Jodoh itu takdir yang kita usahakan. Betul tidak? (Note to my self :'D )

Intinya, jodoh itu pasti bertemu. Kalau bukan bulan ini mungkin bulan depan, kalau belum juga, mungkin tahun depan, kalau bukan di dunia mungkin di akhirat. Kalau kamunya merasa siap lahir batin, finansial dan ilmu, mungkin jodohmu belum siap. Doakan dia, doakan prosesnya untuk menujumu. Karena kalian akan dipersatukan ketika kalian telah mencapai tingkat keimanan yang setara. Kalau kata pak Habibie, satu frekuensi. 

Ah sudah, nanti bahasan ini terlalu luas. Karena rasanya tidak pernah cukup berbicara tentang jodoh. Jodoh terus yang kita tunggu, padahal kematian juga menunggu untuk kita persiapkan :')

Umm bagi saya, menulis tetap menjadi media untuk berdiskusi dengan publik. So, here's my opinion, wht about you? . Ndak apa-apa kalau kita tidak sependapat. 


Saya bicara atas nama Deby, yang masiiiiih jauh dari kata baik, yang masih fakir ilmu dan masih gemar bermaksiat sampai detik ini. Jadi jangan bilang saya sok suci ya :') ('kalian semuah sucih aku penuh noda' wkwk Awkarin be lyk)

Terimakasih sudah membaca, senang berdiskusi dengan kalian~

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mula Sebuah Kisah

15 Juni 2016, Aku menatap layar ponselku, satu komentar baru tersemat di sebuah postingan lamaku yang berjudul Puisi Tak Bertuan.  "Happy birthday. Mungkin hari ini membuatmu bahagia, mungkin juga tidak. Semoga kebahagiaan selalu menyertaimu dan semoga sisa umurmu lebih bermanfaat dan barokah"  Aku terdiam sejenak, dia menjejak lagi di laman komentar blog pribadiku masih dengan identitas yang disembunyikan, anonim. Seperti tak mengenal lelah akan abainya sikapku, ia mencoba berbagai cara hanya agar pesannya berbalas. Baiklah. Namun  harus kuakui dialah satu-satunya orang yang mendoakanku tepat di hari itu, selain kedua orang tuaku. Maka demi menghargai niat baiknya, kuucap terimakasih dan kubalas ia dengan doa yang sama. Semoga kebahagiaan selalu menyertai sepanjang hidupmu .  15 Juni 2018,  Hari itu bertepatan dengan 1 Syawal penanggalan kalender hijiriah di tahun 1439. Beberapa hari terakhir aku berteman dengan kesakitan bernama pening, sepagi itu aku terb

Aku Juga Menunggu, Bu

Pagi ini Ibu gelisah, wajahnya terlihat jengkel. Bolak-balik ia masuk kamar. Akhirnya tanpa kutanya, ia menjawab. "Adikmu jika ditunggu lama sekali"  Aku tersenyum tipis, "aku juga sedang menunggu, bu"  "Siapa?"  "Entahlah"  Ibu kemudian meninggalkanku, mungkin ia semakin jengkel, mungkin ia kira aku menggodanya. Padahal aku sungguh-sungguh menunggu. Meski tak tahu siapa yang kutunggu.  ...bukankah kita tak perlu 'apa dan siapa' untuk bisa menunggu?  Bukankah menunggu hanya perlu keyakinan bahwa yang ditunggu pasti datang?  Apapun itu, siapapun itu...  Hey, kamu... aku masih menunggu Pendopo, Juli 2015

Puisi Tak Bertuan

Menjadi hujan... Aku adalah hujan Yang mungkin kamu benci Ketika aku turun tanpa permisi Membasahi lagi cucianmu yang nyaris kering Aku adalah hujan Yang mungkin kamu tunggu Di teriknya siang di Surabaya Aku adalah hujan Yang katanya kamu sukai Tapi kamu lebih memilih berlindung di balik jendela kamarmu Aku adalah hujan Yang mungkin kamu tunggu Tapi kamu selalu berteduh, tidak menyambutku ramah Aku adalah hujan Yang tidak akan pernah lagi menyapamu Karena aku adalah hujan