Langsung ke konten utama

One Day Trip : Tersesat di Malang

"Travel is finding out more reasons to write. and more reasons to live" - Ika Natasha

Hellooo.. been such a long time blog ini bersawang dan dihuni laba-laba, akhirnya ada juga yang bisa aku tulis. Duh, dear my 'galeri' maafkan Dby-mu ini yang sok sibuk ya. *peluk laptop*  

Hmmm.. kali ini aku akan cerita tentang one day trip ala-ala bolang. Jika cerita liburan-liburan sebelumnya selalu bersama keluarga dan teman-teman, kali ini spesial hanya ada aku dan si emesh, si gendut partner TA-ku, Jojo. 

Iya, jadi perjalanan dan cerita kali ini aku dedikasikan untuk partnerku yang rajin masakin aku makanan, yang rajin ngajak makan, dan membuat pola makanku teratur :') karena dia lah aku tetap sehat sampai hari ini -Oke ini lebay maksimal ppffftt-

Si Jojo ini, dua minggu belakangan uring-uringan, merengek minta liburan ke sana sini. Sakno Rek, dia gagal liburan dua kali. Hahahah puk-puk Jojo, jadilah aku korban terakhirnya yang dia rayu sampai titik darah penghabisan -opo maneh iki

H-3
Jojo bawa handphone-nya ke kamarku sambil senyum-senyum. Dia bilang kalau dia barusan baca cerita tentang 'cewe nge trip di Malang dan cuma sehari' katanya. Kemudian dia cerita begini begitu tentang si cewek ini, yang sampai hari ini aku juga tidak tahu siapa dia dan bagaimana ceritanya, karena aku belum sempat membaca tulisan cewe itu. hihi. Cerita Jojo berujung pada "Mau ngga Deb kita ke Malang juga kayak Mbak ini?" . Aku tak perlu mikir lama-lama lha ya, ayo aja mah kalo ada yang ngajak main. Padahal baru beberapa hari yang lalu aku pulang dari Malang, jalan-jalan cari pokemon di temenin sama yang tersayang di Malang~

H-2
Jojo ke kamarku lagi, dia bilang kalau Renna mau ikut juga. Yeay seneng dong? seneng lah... ini akan jadi trip ciwi-ciwi cantique yang pastinya bakalan rempong dan riweuh. 

H-1
Aku lagi me-time, keluyuran Surabaya di siang hari nan terik, pas lagi buka chat WA, Jojo mengirim link blog seseorang lagi. Dia bilang itu 'another strory of Malang' . Pesannya cuma aku balas "Iya nanti aku baca ya Jo" . Padahal aslinya sampai hari ini belum juga aku baca hahah :v . Sesampainya di kos, Jojo bilang lagi kalau Renna tidak bisa ikut jalan-jalan karena ada beberapa alasan terkait penelitiannya. Yasudah, jadi perjalanan esok hanya akan menjadi milikku dan Jojo.

Hari yang ditunggu pun tiba. Pukul 04.00 Jojo sudah nongol di jendela kamarku, saat alarm gagal membangunkanku yang baru saja tidur pukul satu lewat beberapa menit, Jojo berhasil melakukannya. Seperti biasa, aku bilang "Oke Jo" tapi dalam hati "dua puluh menit lagi ya" . Dan dua puluh menit penuh dusta. Apa-apaan ini, aku tertidur sampai pukul 05.00. Segera aku berlari ke kamar mandi, melewati kamar Jojo, kulihat dia sudah siap. Hahah sial aku lagi-lagi diburu waktu, my bad.

Setelah persiapan kilat, pukul 05.30 kami meluncur menuju stasiun Gubeng lama. Sampai di stasiun pukul 06.00 dan langsung antre di loket 'go show'. Anw, suasana stasiun pagi itu, ketika kami tiba, cukup sepi. Tapi tahu apa yang terjadi? Kami kehabisan tiket kereta. Mbak petugas stasiun itu menawarkan tiket berdiri. Aku diam sejenak, berpikir, "tiket berdiri? Masih ada tiket berdiri? Berdesak-desakan di kereta?" Rasanya minggu kemarin tidak ada yang berdiri di gerbong kereta yang aku tumpangi. 
Banyak pertimbangan sebelum akhirnya aku dan Jojo memilih berdiri di kereta selama lebih dari dua jam. Kami sempat meminta saran Nau, for wht should we do? Pilih berdiri di kereta atau lebih baik ke bungur, naik bis? Tapi karena ini akan jadi first time-nya Jojo naik kereta, aku rela oooh aku relaaaa~ berdiri di kereta. 

Dan, ketahuilah temanss ini pengalaman naik kereta paling buruk. Lebih buruk dibanding ketika kamu harus melihat orang yang kamu suka suap-suapan dengan perempuan lain di kereta. Hahaha *abaikan*
Aku dan Jojo awalnya berdiri di antara gerbong 4 dan gerbong 5. Awalnya malu, sungguh.. hanya ada aku dan Jojo dan dua bapak-bapak paruh baya yang berdiri di sana. Tapi lama kelamaan, setibanya di satiun Wonokromo, Waru, Sidoarjo sampai Lawang, kereta makin padat oleh orang-orang yang berdiri di sepanjang gerbong. Kok aneh ya? Minggu lalu tidak ada sama sekali yang berdiri di gerbongku. Seseorang bisa menjelaskan, kenapa?

Dan, keadaan semakin diperburuk karena kereta harus berhenti di banyak stasiun sebelum akhirnya kami turun di stasiun Malang Kota. Berkali-kali aku duduk-berdiri-duduk karena ada orang-orang yang terus masuk dari pintu tempatku bersandar. Karena aku sepagi ini baru tidur dua jam lebih sedikit, maka di kereta yang jauh dari kata nyaman, bahkan panas sekali di sana, aku ngedeprok di lantai dan bersandar di pintu, tidur~ Beh, aku pasti sudah terlihat lusuh dan awut-awutan level gembel. Tapi bodo amatlah, ngantuk ini.

Setelah perjuangan yang cukup panjang, tibalah kami di satiun Malang Kota, Oh finally yeaaah :( . Aku dan Jojo langsung lari menuju loket untuk membeli tiket pulang. Namun lagi-lagi, kami kehabisan tiket. Tiket ekonomi maupun eksekutif untuk penjualan hari ini sudah habis, yang tersisa hanya kereta bisnis pukul 13.45, sedih sekali. Akhirnya kami meminta pendapat Nau lagi dan dia menyarankan untuk naik bis saja :') 

Yasudahlah ya, daripada galau memikirkan tiket kereta. Kami memutuskan untuk memulai petualangan hari itu. Diawali dengan berburu bakso. Aku mengajak Jojo ke Bakso stasiun Pak Dul Manan, karena minggu lalu aku makan di sana, jaraknya sangat dekat dengan stasiun dan rasanya juga enak. Tapi, ternyata Pak Dul tutup hari itu, sedih. Akhirnya kami mencari bakso-bakso yang lain di sekitar stasiun, aku lupa nama baksonya apa, pokoknya ada bakso bakarnya aja gitu. Ada es campurnya juga, es campurnya ada duriannya pula -sumpah ini ngga penting, Deb

Nah setelah makan bakso, mau ke mana kita? Ke Batu.... sebelumnya sudah kubilang kan bahwa ide perjalanan ini adalah idenya Jojo yang muncul karena dia membaca blog seorang perempuan yang belum aku ketahui namanya sampai hari ini. But, thx a lot Mbak ya, berkat tulisan Mbak kita jadi bisa mengira-ngira kisaran harga ojek :))))

Kami akhirnya menuju terminal Landungsari dengan menumpang angkot berlabel ADL. Ya lebih dari 30 menit atau kurang dari itu, kami sampai juga di Landungsari. Ini bukan tujuan wisata kami ya, hanya transit untuk selanjutnya mencari bis Puspa Indah, tujuannya adalah Pujon. Kalian tahu? si ndut emesh ini mau ke 'Omah Kayu' . Yak, dengan 7.000 rupiah saja kami sudah sampai di Pujon. Anw, jalan menuju Pujon berliku dan menanjak, mirip dengan jalan pagaralam, dan ini kali pertama aku numpak bis untuk melewati jalan semacam itu. Cemas? Iya! Takut? Banget! Bayangin meeeeen, disetirin Papa naik kijang saja berasa sport jantung, lha ini sopir bis ugal-ugalan :( 

Ada dua waktu di mana kematian terasa sungguh dekat di depan mata bagiku. Pertama ketika naik tornado di Dufan, dan kedua diajak kebut-kebutan di jalan, baik bis maupun mobil atau sejenisnya. 

Sekitar satu jam akhirnya kami sampai juga di Pujon. Ihiyyy :))) yang terbaik dari Pujon adalah udaranya yang sejuk atau bahkan dingin ya? Seger lah pokoknya. Meskipun sempat zebel karena kernet bis nya lupa menurunkan kami di pertigaan jalan dekat masjid menara biru (Aku lupa nama masjidnya, pertigaan itu merupakan jalan menuju Omah Kayu dan lokasi paralayang) . Akhirnya aku dan Jojo berjalan lumayan jauh sekitar satu kilometer menuju masjid menara biru itu. Tapi sebelumnya kami sempat rehat di masjid.... (Aku lupa juga namanya). 

Nah, sesampainya di pertigaan itu, akhirnya kami naik ojek. berbekalkan pengalaman Mbak-mbak yang cerita blog-nya di baca Jojo, kami naik ojek menuju lokasi paralayang dengan harga 15.000 . Jalannya masih tanah sebagian, tanahnya sedikit lembab, baru saja hujan mungkin. Di sana, ramainya manusia luar biasaaa :') Sungguh, segala bentuk orang ada di sana, mulai dari orang pacaran, keluarga besar, agata juga ada (agata : anak gawl jakarta), besar, kecil ada semua. 
Tapi setibanya di atas, kabut tebal menyelimuti pemandangan. Samar-samar kota di bawah bukit itu nampak. Tak ada yang berterbangan di sana. Paralayangnya mana? Huh
Setelah lelah foto-foto, tepatnya mencari spot foto yang bagus, kami melanjutkan perjalanan ke Omah Kayu. Sedihnya lagi, ternyata Omah-nya tutup karena ada perbaikan apa gitu :( 

Kami pun harus puas dengan pemandangan ribuan orang di sana. Turun lagi, dengan naik ojek yang sama yang mengantar kami ke atas bukit ini. Sebelumnya aku sempat menyimpan nomor hp pak ojek itu, jadi ketika mau turun tinggal telepon deh :))

Nah, si Jojo mulai minta yang aneh-aneh ketika di bukit ini. Tujuan awal kami hanyalah omah kayu ini untuk kemudian kembali ke Malang dan jajan-jajan di sekitar stasiun. Tapi dia mulai membelokkan arah perjalanan. Dia merayu, lebih tepatnya merengek untuk ke Coban Rondo. Aku sempat ragu awalnya, karena selama di bukit itu kami ditemani gerimis tipis romantis. Aku takut nanti di Coban Rondo tidak boleh masuk karena hujan. Tapi demi melihat wajah memelas my one and only partnerku iniiiii... Aku turuti permintaannya. 

Jadilah kami diantar Pak ojek ke Coban Rondo. Oh iya, untuk ke omah kayu tadi ada biaya administrasi 5.000 rupiah ya. Nah untuk ke air terjun ini ada juga sebenarnya 15.000 rupiah, tapi karena petugasnya kenal dengan Pak ojeknya, kita jadi masuk gratis. 

Sesampainya di air terjun, wajah Jojo bahagia sungguh. Dia menari-nari "My first waterfall" katanya berulang-ulang. Aku sih biasa saja. Karena ini sudah air terjun kesekian yang aku kunjungi, dan terlihat biasa saja. Tapi Jojo bilang "Wah tinggi ya Deb". Iya sih tinggi. Setelah puas foto-foto sampai kedinginan, kami pun menuju salah satu warung makan di sana, memesan teh hangat dan roti bakar, sambil memakan bekal yang kami bawa dari kos.

Pukul 16.00 aku menelepon Pak ojek lagi, minta dijemput. Kami diantar lagi sampai ke pertigaan dekat masjid menara biru. Oh iya, biaya ojek pp dari omah kayu-coban rondo-pertigaan itu 40.000 rupiah. padahal awalnya bapaknya bilang 30.000 saja, entah kenapa setibanya di pertigaan harganya berubah. Yowisslah~

Nah, di pertigaan itu kami menunggu bis Puspa Indah yang lewat, tujuan kami selanjutnya adalah terminal Landungsari. Tak beberapa lama menunggu, Puspa pun datang. Sayangnya kami harus berdiri karena bis yang sungguh padat. Dan kembali lagi aku merasa maut begitu dekat. sepanjang perjalanan kami berdiri, aku menutup mata rapat-rapat untuk mengusir takut, takut mati hari itu, aku belum bertaubat :( 

Setelah satu jam lebih penuh ketegangan dalam bis, kami tiba di Landungsari saat hari telah gelap. Aku tak sempat melihat jam. Selanjutnya kami pun berburu angkot ADL, Jojo menyarankan kembali ke stasiun meskipun kami tahu tiket sudah habis. Tapi kata Jojo siapa tahu masih ada tiket berdiri. Maka untuk jaga-jaga, di perjalanan menuju stasiun aku mencari informasi bis yang bisa kami tumpangi untuk menuju Surabaya, dari salah satu temanku yang asli Arema. 

Sesampainya di stasiun Malang Kota, hasilnya nihil, tiket berdiri pun sudah habis. Kami seperti diburu waktu, berlari mencari angkot yang "pokoknya depannya huruf A. Itu angkot menuju Arjosari" . Oke wes, yang ada huruf 'A' nya sikat aja lah~ 
Aku lupa juga jadinya kami numpak angkot apa, AGM apa ya? Hahaha . Di angkot, aku sudah kehabisan daya dan kekuatan. Lapar dan ngantuk jadi satu. Mukaku sudah lusuh selusuh-lusuhnya. Sementara Jojo nampaknya masih berusaha tegar.

Tiba di Arjosari, kami mencari Patas, yang katanya sih nyaman dan tidak akan berdesak-desakan. Alhamdulillah, tak butuh waktu lama, karena Patas sudah menunggu kami. Jojo sempat membelikan roti dan air minum untuk penunda lavaaar. Begitu duduk di bangku bis yang memang nyaman itu, aku langsung memejamkan mata. Aku tertidur cukup lama, satu jam. Tapi begitu terbangun, bis itu seolah tak bergerak. Karena aku membaca 'Malang' di papan pinggir jalan. Sudah jam 20.15 kami masih di Malang :"( 
Aku berusaha memejam-mejamkan mataku, sementara punggung dan semua sendiku terasa ngilu. Tapi tetap saja aku tidak bisa tidur. Memikirkan perjalanan untuk sampai ke kos masih begitu panjang. Aku rindu kasuuuuurrr~ Sementara di sebelahku, Jojo tidur pulas. Sekali ia terbangun menanyakan "kita sudah di mana?" . Kita masih di bis Jo :"

Kami tiba di Bungurasih sekitar pukul sebelas malam. Awalnya bingung kami harus naik apa untuk sampai ke Gubeng. Kenapa ke Gubeng? Karena tadi pagi motor kami terparkir cantik di depan Alfamart stasiun Gubeng lama :) Nice kan? Awalnya kami memilih gojek, tapi ternyata aplikasi gojek-ku tidak bisa digunakan karena bla bla bla, minta pembaharuan. Berjalanlah aku dan Jojo menuju pangkalan ojek terminal. Tapi kami cepat mengurungkan niat, selain takut ternyata harganya juga mahal, 40.000 per orang huhu. 
Akhirnya aku mengupgrade lah app Gojek. Karena sudah malam, kami memilih menu Go-car dibanding Go-ride. Harganya tidak jauh beda. untuk Go-ride yang artinya naik motor itu 24.000 per orang sedangkan Go-car yang artinya naik mobil itu 49.000.

Nah, akibat kecerobohan seorang Dby, kami salah lokasi. Panjang deh ceritanya. Intinya harusnya itu stasiun Gubeng lama kan, lha ini malah Gubeng lama, Airlangga. Nah maksudnya bagaimana juga aku tak paham :( . Beruntung Allah kirimkan bantuan lewat driver yang hatinya sungguh mulia. kami diantar ke Gubeng lama, tanpa biaya tambahan malah dikurangi pula biayanya. yang tadinya 51.000 jadi 49.000.

Fiuh, sedikit lagi kita sampai di garis finish, Jo. Semangat!!!
Dengan kecepatan sedang yang agak sedikit ngebut, miaw membawa kami melesat menuju kos. Eh sebelum sampai kos, mampir dulu di warung Bu Endang. Makan malam, atau makan pagi? Entahlah yang penting kenyang :( 

Setelah laporan sana sini kalau incess sudah tiba di kos dengan selamat, lengkap dan utuh, serta menunaikan kewajiban kepada Allah. Aku pun pingsan~
Terbangun paginya, sudah hari Senin ya ternyata, memulai lagi kehidupan sebagai mahasiswi tingkat akhir :)))

Okay, itulah cerita panjang dari perjalanan singkat aku dan Jojo. Kapan-kapan kita melalak lagi ya, Jo. Ke tempat yang lebih asique, naik kereta sambil duduk di kursi bukan di lantai. Hahaha
Kamu jangan iri kalau ada orang bisa jalan-jalan jauh naik pesawat, kalau dengan naik ojek saja kamu bisa bahagia. Ehehehe :)))

Untuk selanjutnya, aku siap tersesat ke mana lagi.... Hei my future travelmate, kapan ajak aku ke mana? 



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mula Sebuah Kisah

15 Juni 2016, Aku menatap layar ponselku, satu komentar baru tersemat di sebuah postingan lamaku yang berjudul Puisi Tak Bertuan.  "Happy birthday. Mungkin hari ini membuatmu bahagia, mungkin juga tidak. Semoga kebahagiaan selalu menyertaimu dan semoga sisa umurmu lebih bermanfaat dan barokah"  Aku terdiam sejenak, dia menjejak lagi di laman komentar blog pribadiku masih dengan identitas yang disembunyikan, anonim. Seperti tak mengenal lelah akan abainya sikapku, ia mencoba berbagai cara hanya agar pesannya berbalas. Baiklah. Namun  harus kuakui dialah satu-satunya orang yang mendoakanku tepat di hari itu, selain kedua orang tuaku. Maka demi menghargai niat baiknya, kuucap terimakasih dan kubalas ia dengan doa yang sama. Semoga kebahagiaan selalu menyertai sepanjang hidupmu .  15 Juni 2018,  Hari itu bertepatan dengan 1 Syawal penanggalan kalender hijiriah di tahun 1439. Beberapa hari terakhir aku berteman dengan kesakitan bernama pening, sepagi itu aku terb

Aku Juga Menunggu, Bu

Pagi ini Ibu gelisah, wajahnya terlihat jengkel. Bolak-balik ia masuk kamar. Akhirnya tanpa kutanya, ia menjawab. "Adikmu jika ditunggu lama sekali"  Aku tersenyum tipis, "aku juga sedang menunggu, bu"  "Siapa?"  "Entahlah"  Ibu kemudian meninggalkanku, mungkin ia semakin jengkel, mungkin ia kira aku menggodanya. Padahal aku sungguh-sungguh menunggu. Meski tak tahu siapa yang kutunggu.  ...bukankah kita tak perlu 'apa dan siapa' untuk bisa menunggu?  Bukankah menunggu hanya perlu keyakinan bahwa yang ditunggu pasti datang?  Apapun itu, siapapun itu...  Hey, kamu... aku masih menunggu Pendopo, Juli 2015

Puisi Tak Bertuan

Menjadi hujan... Aku adalah hujan Yang mungkin kamu benci Ketika aku turun tanpa permisi Membasahi lagi cucianmu yang nyaris kering Aku adalah hujan Yang mungkin kamu tunggu Di teriknya siang di Surabaya Aku adalah hujan Yang katanya kamu sukai Tapi kamu lebih memilih berlindung di balik jendela kamarmu Aku adalah hujan Yang mungkin kamu tunggu Tapi kamu selalu berteduh, tidak menyambutku ramah Aku adalah hujan Yang tidak akan pernah lagi menyapamu Karena aku adalah hujan