Langsung ke konten utama

HIdden Paradise

Hello, blogger.

Well, aku harus mengakui ini adalah bagian terberat. Ketika aku harus menulis sementara aku tidak ingin menulis. Fuuuh, tapi aku harus cerita. Kasian ini ceritanya kalau terlalu lama nanti basi.

Ini lagi-lagi cerita tentang perjalanan singkat bersama teman-teman LJ Tekim Its. Ceritanya ini liburan untuk melepas penat setelah dua minggu kami menghadapi UAS yang melelahkan.
Jadi, tanggal 30 Desember 2015 adalah UAS terakhir kami. Bisa dibayangkan betapa semangatnya aku mengerjakan soal UAS karena selepas ini kami akan camping di sebuah pulau.
Setelah mengikuti instruksi dari ketua pelaksana, si Donsius. Kami telah menyiapkan semua perlengkapan yang dibutuhkan untuk camping.
Oh ya, yang akan ikut camping ada aku, Jojo, Adisti, Donsi, Gilang, Eric, Yoga dan Ilham. Sebenarnya banyak yang ingin ikut, tapi terhalang oleh jadwal KP :’) seperti Renna, Naufal dan Nining.

Dan, keesokan harinya, tanggal 31 Desember 2015 kami berangkat. Ya meskipun janjiannya jam 06.00, berangkatnya malah molor sampai jam 08.00 .
Pulau yang akan kami tuju adalah Sempu, sebuah pulau yang terletak di sebelah selatan kota Malang....(selanjutnya googling sendiri deh) . kami menuju Malang kurang lebih jam 08.00, dengan mobil APV (kalau tidak salah ya. hehe) yang pasti mobilnya cukup luas untuk diisi delapan orang. Jadi masing-masing dari kami bisa PW.

Perjalanan menuju Malang berjalan lancar tanpa ada hambatan apapun, Alhamdulillah ya. anw, Yoga nyetirnya top deh, Adisti sampai memuji lho “Yoga hebat ya kalo nyetir”
Setelah sekian jam, akhirnya kami sampai di pantai Sendang Biru sekitar pukul 15.00 atau lewat sedikitlah. Itu sebenarnya kami banyak berhenti di perjalanan, untuk beli makan, beli jajan, beli minum, beli beras, terakhir beli ikan di TPI (Tempat Pelelangan Ikan). 

 pemandangan di Sendang Biru

Sesampainya di Sendang Biru, kami shalat dan istirahat sejenak. Oh ya, kalau mau camping di Sempu wajib beli ikan dulu ya, buat makan malam di sana. Karena di pantai, kalian tidak bisa menombak ikan untuk lauk makan. Bukan hanya karena dilarang, bukan. Tapi lebih karena ikan di pantai sana halus-halus, bahkan hampir tidak terlihat saking kecilnya. Serius. 

 Siap nyebrang :D


Nah, setelah semua selesai shalat dan ikannya sudah dibeli oleh pak ketupel, kami pun menuju pos...(pos apa ya, lupa). Sebenarnya aku juga tidak mengerti awalnya, kenapa harus ke pos. Awalnya kupikir “oh, kalau mau camping di pantai mungkin sama prosesnya jika ingin camping di gunung, harus laporan ke pos-pos dulu.”

Sebelum sampai ke pos, kami mendengar berita yang simpang siur. Kabar yang menyatakan bahwa untuk ke Sempu dilarang bakar-bakaran *lhaaa gimana kita makan dong kalo gitu??* ada lagi berita yang mengatakan bahwa dilarang membawa kamera SLR masuk ke Sempu. Akhirnya semua peralatan untuk membuat ikan bakar dan kamera SLR-nya Adisti disembunyikan di mobil. Sementara kami menuju pos.

Sesampainya di pos itu, kami berdelapan masuk dan duduk di sebuah kursi panjang di ruang bagian depan. Pos itu tidak besar, bisa dibilang sempit sih. Entah berapa ukuran pastinya, tapi ruang depan tempat menerima tamunya mungkin hanya berukuran 1,5 x 3 meter. Di ruangan sempit itu duduk beberapa laki-laki yang tenyata adalah tour guide.
Dan di sebuah kursi kayu, duduk seorang bapak berwajah sangar, bersuara serak, berbaju seragam hijau tua. Entah dia siapa, sepertinya tetua di Sendang Biru.
Beliau yang mengintrogasi kami.
“Sebelumnya saya mau tanya, ada yang sudah pernah ke Sempu sebelumnya?”
“Belum” Jawab kami sambil menggelengkan kepala.
“Betul?” tanyanya meyakinkan.
Kami pun menjawab tak kalah yakin, karena memang belum pernah ada yang ke Sempu diantara kami berdelapan.
“Lalu kalian dapat informasi tentang Sempu dari mana?” tanyanya lagi
“Dari teman, Pak” Jawab Gilang.
“Kalau kalian dapat informasi dari internet berarti kalian tidak membaca dengan seksama, kalau kalian dapat informasi dari teman, artinya teman kalian tidak menyampaikan amanah.”
Deggg.. dalam hati berdoa “Tuhan, sekali ini saja... kami tidak mau kecewa” .
“Sempu dulunya memang dibuka bebas untuk umum. Tapi banyak dari wisatawan tidak menjaga kelestarian alam, mereka membuat api di pantai, menghidupkan petasan, membuang sampah sembarangan. Maka sejak itu, kami putuskan untuk menjadikan Sempu sebagai cagar alam yang dilindungi. Untuk masuk ke Sempu harus melalui prosedur yang jelas. Kalian harus membuat proposal di Surabaya, di Sidoarjo di bagian....(apa ya, aku lupa). Setelah proposal Acc, maka kalian baru akan diterima di sini, tentunya dengan guide yang akan membimbing kalian.”
Begitulah kurang lebih kata-kata dari bapak itu. Si bapak berhenti sejenak, mengambil napas setelah menjelaskan panjang lebar. Sementara aku mulai meringis dalam hati. “Oh myyy... gagal lagi kah aku ke pulau impian?”
“Tapi, kalian sudah jauh-jauh datang ke sini, saya tidak tega melihat kalian kecewa. Maka kali ini saya izinkan, meski terpaksa. Dengan syarat kalian mematuhi peraturan yang ada di sini.”
Kemudian, rasanya aku ingin loncat-loncat sambil teriak, “whahaha becanda nih bapaaaak.”
“pertama, kalian tidak boleh mengambil sepotong ranting pun di hutan untuk bakar-bakaran, kedua jangan membawa petasan, dan terakhir kamera SLR jangan dibawa, cukup kamera hp saja.”
Kami semua mengangguk takzim mendengar petuah dari tetua Sempu. Untuk selanjutnya penjelasan bapak itu berlanjut ke biaya yang harus kami keluarkan untuk administrasi dan tour guide. Singkat saja ya, kami harus bayar 150.000, anw itu belum termasuk biaya perahu penyebrangan ke sempu. Untuk sewa perahu sendiri biayanya 150.000.
Nah, setelah bertransaksi, kami pun siap berangkat dengan  diantar oleh Mas...(Mas siapa ya, lupa juga deng namanya) . Mas nya baik lho, dia sendiri yang bilang kalau kami boleh bakar-bakaran di pantai, asal bahan bakarnya bawa sendiri, dan beruntung pak ketupel telah menyiapkan arang. Kemudian Mas nya juga bilang, boleh kok bawa kamera SLR ke Sempu, wohooo syenang syekaliiiii. Dan terakhir, Mas nya juga bantuin bawain barang-barang kami yang uakeeeh itu.
Aaah, finally... berangkat juga..
Oh ya, sebenarnya agak seram sih, tadi di pos, bapak nya sempat bilang bahwa ini musim ulat bulu, beliau mengingatkan untuk berhati-hati di jalan. Kan seram ya, Indonesia, khususnya Jawa itu sebenarnya punya tiga musim. Musim hujan, kemarau dan musim ulat bulu 
Tapi aku tidak begitu menghiraukan sih, ya paling juga ulat bulunya nempel di pohon kan, pikirku. Dan setelah sampai di seberang tamatlah riwayatku  sepanjang jalan menuju Sempu harus melewati hutan yang dipenuhi pohon. Bukan hanya pohon yang berdiri normal layaknya pohon, tapi banyak juga pohon tumbang yang malang melintang di sepanjang jalan. Maka aku harus berjuang angkat angkat rok untuk melangkahi pohon-pohon besar yang bertumbangan itu. Halaaah.

Well ini bukan masalah ribetnya angkat-angkat rok sih, tapi lebih ke... “bagaimana kalau ulat bulunya ada yang iseng nempel di rok? Kan menakutkan” 

sekarang sudah sampai di seberang :D

Setelah berjalan beberapa puluh meter, kami sempat beberapa kali berpapasan dengan ulat bulu. Beruntung ada Mas tour guide yang –sebenarnya takut juga- tapi membantu menyingkirkan ulat-ulat lucu itu  . guys, kalian tahu? Ulatnya benar-benar lucu, entahlah kenapa dia seperti laba-laba yang memiliki jaring, maka sebenarnya ulat-ulat itu tidak merayap di pohon, tapi mereka bergelantungan di jaring-jaringnya. Damn!!!!!! Ranjau mematikan nomor satu. Iya mematikan, bila tidak teliti melihat jalan, bisa saja ulat yang bergelantungan itu pindah ke bajumu, kepalamu, topimu, jilbabmu, atau bahkan mukamu.
Oke ini lebay. Tapi sungguh, kalian bisa tahu rasanya memiliki phobia kan? Yap, aku bercerita sebagai seorang yang phobia terhadap ulat bulu dan keluarganya.
Kami sudah satu jam berjalan. Membelah hutan, melawan ulat-ulat, mendaki bukit menuruni lembah, menyusuri goa (padahal goa nya boongan. Haha) akhirnya sampai juga di Sempu.... 


ini dia Sempu :)

Oh, ternyata kami tidak benar-benar camping di pinggir pantai lepas. Oh tenyata ini hanya laguna besar yang dibatasi karang-karang menjulang, kemudian membentuk pantai dengan ombak yang cukup tenang. Tapi, MasyaAllaaaaah, indah sekali . laguna dengan air yang nampak hijau dari kejauhan tapi sesungguhnya airnya itu bening. Indahnya makin lengkap dengan suara deburan ombak dari samudera di balik karang. Makin lengkap lagi dengan warna warni tenda yang berjajar di sepanjang pantai.
Begitu sampai di pantai, aku langsung jadi bocah lepas yang petakilan. Bukannya bantuin Eric, Gilang dan Ilham bangun tenda, malah lari-larian. Aduh maafin ya, suka norak gitu emang kalo lihat air. Sementara si ketupel dan Adisti sampainya paling akhir, biasalah mereka berhenti untuk jeprat jepret sana sini.
Tapi, untuk Eric yang sudah expert dalam urusan membangun tenda tidak perlu waktu lama, setengah jam saja, dua tenda berhasil dibangun. Dengan bantuan Gilang, Ilham dan Yoga.
Setelah tenda selesai, sekarang persiapan untuk makan malam. Nah kali ini yang jadi pejuang api adalah Gilang. Dengan sekuat tenaga haha dan bantuan dari tim, Gilang berhasil menyalakan api untuk bakar ikan, yaaah meskipun butuh waktu lama, setidaknya apinya nyala.

Nah, tapi... bakar ikannya lumayan lama, satu ikan hampir satu jam. Kami punya empat ikan yang harus dibakar. Bisa bayangkan, kami mulai bakar ikannya jam 06.00, baru bisa makan jam 09.00 atau lebih lah. 

ini Eric dan Gilang lagi bikin tenda


Semangat Gilang sang pengendali api!!! haha

Oh ya, di sela-sela proses bakar ikan kami sempat shalat magrib dan isya lho. Anw, ini pengalaman pertamaku shalat di pinggir pantai, beralaskan pasir, beratapkan langit.

Ini ya, bakar ikannya sampai empat jam, tapi dalam lima menit saja ikannya sudah ludes dilahap delapan orang yang kelaparan. Anw, seru taulah.. makannya sambil rebutan, sambil ketawa juga. lepas sejenak beban-beban.
Selesai makan, kami membentuk lingkaran, main game truth or dare. Sudah pada kenal kan sama game ini? jadi kalau tidak memilih tantangan ya harus jujur. Dan disepakati tantangan malam itu adalah masuk ke laguna sampai basah setengah badan. Parah memang anak-anak itu. Jadi karena takut basah, kebanyakan kami memilih jujur-jujuran. Tapi asli pertanyaannya bukan pertanyaan biasa. Luar biasa bikin galau, malah si Donsi sampai keringat dingin, si gilang berkali-kali bilang ‘njiiiir’, si Eric berkali-kali gigit bibir karena tegang, Jojo berkali-kali menghindar dari pertanyaan, Adisti sampai stress diburu pertanyaan bertubi-tubi, maklumlah Adisti jadi ratu semalam dalam camping itu, sabar ya Dis :D, si Yoga bilang ‘gila deg deg an’, parahnya si Ilham sampai memilih nyebur ke air karena tidak mau jujur. Hahah koplak.
Setelah lelah bermain, setelah lelah saling lempar pertanyaan maut, kami pun kembali merapat ke tenda. Saatnya bakar-bakaran season ke dua, bakar jagung. Kali ini tidak kalah seru, sayangnya jagung yang bisa dimakan hanya sedikit. Bahkan Ilham tidak sengaja menaburi jagung yang sudah diolesi mentega dengan bubuk arang, hasilnya jagung menjadi hitam.

Donsi yang tidak mau jagung bakar, kekeuh merebus jagung dengan api minim. Haha dua hari dua malam mungkin baru matang Dons jagungmu.
Malam beranjak larut, taburan bintang masih menghias langit yang maha luas, kami pun memilih untuk beristirahat, karena sudah terlalu lelah. Malam itu, yang beruntung tidur beratapkan langit dan di bawah ribuan bintang adalah Eric dan Gilang. Sebenarnya ini bukan sengaja. Jadi ceritanya kami kekurangan tenda, dan tidak sempat menyewa tenda lagi. Akhirnya Gilang dan Eric tidur di luar. Aman kok, ini bukan gunung, jadi anginnya tidak terlalu membuat mereka menggigil. Haha iya kan Ric?
Tapi nih ya, Eric aneh lho. Masa iya ada istilah mabuk pantai? Setahuku selama ini hanya ada mabuk laut -_-
Eh tapi mungkin begitu ya kalau anak gunung main ke pantai, dia jadi mabuk haha.
Nah, singkat cerita. Pagi telah datang, mentari malu-malu merangkak naik, sinarnya pecah di celah-celah karang. Duh, indah nian pagi di pantai Sempu. :p
Selesai shalat subuh, kami, khususnya aku tak mampu lagi membendung hasrat yang terpendam sejak kemarin untuk main air. Maka, ketika jam masih menunjuk di angka enam, kami telah berendam. Dingin memang, tapi seger deh, sumfah.
Nah, berhubung kami tidak punya go pro tapi kepingin gaya-gayaan gitu foto di air, maka hape Jojo dimasukin ke plastik kemudian di bawa ke tengah laguna.

Sebenernya ada kejadian menyedikan juga memalukan ketika kami main air di laguna, tapi tidak usah diceritakanlah ya. Aib. Tapi kalau ingat Donsi, bawaannya pengen dibahas terus deh cerita itu. Haha

Setelah puas main air, kami berganti baju di tenda, kemudian sarapan, kemudian manjat karang untuk melihat samudera. Lagi-lagi hati tak mampu berhenti bertasbih melihat karya seni Tuhan di bumi-Nya ini. lautan biru, dengan ombak yang tinggi kejar-kejaran menabrak karang. Maha besar Allah menciptakan keindahan di atas keindahan. Anw, di atas karang itu sebenarnya aku bergidik melihat batu karang yang kuinjak, bolong-bolong begitu. Seram -_-

 ini di Laguna.
ini di atas tebing yang menghadap langsung ke samudera

Puas foto-foto dan menikmati pemandangan kami pun turun, bongkar tenda dan siap pulang. Rasanya kami pulang dengan hati tenang dan senang, meninggalkan jejak kenangan di pantai Sempu. Terimakasih Tuhan untuk Sempu, pantai, ombak, laguna, karang juga bintang-bintangnya. Kapan-kapan kami tafakur alam lagi ke tempat yang berbeda yang tak kalah indah, kabulkan ya Rabb.
Perjalanan pulang sama serunya dengan perjalanan pergi, kami masih melewati rute yang sama. Tapi kabar buruknya di perjalanan pulang kami bertemu lebih banyak ulat. Oh myyyyy...
Sialnya lagi, satu ulat lucu berhasil menjamah jilbabku. Entah bagaimana caranya dia bisa sampai di sana. Di bawah pohon, ketika sedang beristirahat tiba-tiba Yoga melihat ke arahku “Ih sumpah itu ulet di kerudung Deby” . spontan aku langsung menjerit histeris, memukul-mukul Eric yang kebetulan paling dekat jaraknya denganku. Sumpah demi apapun, mimpi buruk yang paling buruk adalah ketika ada ulat menempel dibagian tubuhku. Bahkan aku pernah menangis semalaman karena berpikir bagaimana nanti di dalam kubur, ketika aku melihat jasadku mulai dijamah cacing, dimakan belatung, adakah malaikat iba melihatku menjerit histeris? Kadang aku melihat tukang sampah dengan iri, mereka sudah terbiasa dengan belatung dan sejenisnya. Astagfirullah ke mana-mana kan pikirannya -_-


Oke, kembali lagi ke cerita. Ini serius ya, di Jawa beneran ada musim ulat bulu kah? Di bawah pohon tempat kami menunggu jemputan kapal dari Sendang Biru, mungkin ada puluhan ulat yang bergelantungan, bahkan di jilbab Jojo sempat ada dua atau tiga ulat. Rrrrr. Aku spontan berubah jadi ulat juga. loncat sana-sini, histeris, teriak-teriak. Dilihatin orang banyak sih, bodo amatlah.

Kalau kata Eric “kenapa ih takut ulat? Kan lucu, nanti dia berubah jadi kupu-kupu cantik”
Arghhhh, No! Big no! Secantik apapun kupu-kupu mereka tetaplah menyeramkan dan aku benci!!! Lebih parah atulah, kupu-kupu itu monster terbang, ulat terbang 
Setelah menunggu dalam kecemasan, akhirnya kapal yang menjemput kami datang juga. kabar buruk lagi, Gilang bawa oleh-oleh dari Sempu, di kantung plastik yang dia pegang ada ulet nebeng gitu. Kan ngeselin, rasanya pengen tak jeburin se Gilang-Gilangnya sekalian itu 

Aku lupa sih jam berapa kami sampai di Sendang biru. Kami melanjutkan perjalanan ke Malang, tapi harus mencari pom bensin dulu untuk mandi dan bersih-bersih badan. Baru setelah itu kami mampir ke rumah Dina.
Setelah beberapa kali di tolak pom bensin untuk mandi, akhirnya kami bertemu satu pom bensin yang ramah, mengizinkan kami numpang mandi. pstsss, ada yang bete lho sepanjang jalan menuju pom bensin, ditambah lagi macet parah berjam-jam, duh makin kesel deh dia. *colek Jojo*

Nah sekarang kami sudah bersih, sudah wangi, siap main di Malang. Hehe
Kami mampir sebentar ke rumah Dina, setelah makan rengginang dan minum rasa-rasa, kami pun makan bakso, di bakso Damas. Ini wajib nih kalau kalian ke Malang mampir ke sana. Kata Dina sih itu masih biasa saja, ada yang lebih enak. Tapi menurutku itu saja sudah uenaaak kok. Setelah makan bakso, kami melanjutkan perjalanan ke Batu. Karena long weekend, jalanan ke Batu ruarrr biasa macetnya. Dan sepanjang jalan Adisti harus menanggung penderitaan karena digombalin Ilham. Haha Adisti jangan kapok ya ikut main, nanti kita buang Ilhamnya ke laut kalau masih godain Disti :p
Sesampainya di alun-alun Batu, Donsi dan Dina antri di ketan susu. Sementara kami dan yang lain ikut Gilang mencari parkiran. Lumayan lama taulah, setengah jam lebih AVP itu merayap menyusuri alun-alun Batu yang padat itu. Sampai akhirnya Gilang menemukan parkiran di depan masjid.

Oh iya, ketan susu (tansu) itu juga kuliner wajib dah kalau kalian main ke Malang. Yang antri beneran panjang, sampai berkilo-kilo meter *ga deng, boong* . tapi kalau yang antri banyak dan rasanya enak itu beneran. Gilang lho sampai nambah.
Selesai makan tansu, kami diajak mampir ke rumah Vivi yang kebetulan letaknya di belakang masjid tempat kami parkir mobil. Jadi tinggal jalan kaki saja.
Tenyata benar ya, silaturahmi itu membuka pintu-pintu rezeki. Haha di rumah Vivi kami dijamu dengan makanan yang bermacam-macam, jadi bingung mau makan yang mana. Pulangnya dibawain bekal lagi sama Ibunya Vivi, duh jadi enak :D
Alhamdulillah, terimaksih banyak Vivi dan keluarga, semoga Allah balas dengan kebaikan yang berlipat. Aamiin.
Nah selanjutnya, perjalanan menuju Surabaya. Kali ini yang menyetir mobilnya adalah Gilang. Karena Yoga sudah lelah tentunya setelah menempuh perjalanan Sby-Sendang biru-Malang. Kalau pas Yoga yang nyetir kami bisa ketawa-ketiwi, ngemil, cerita. Beda halnya ketia kemudi Gilang yang pegang. Kami sudah seperti berada di film Final Destination, Roller Coaster, dan semacamnyalah. Warbiyasa bikin jantungan -_- dan hebatnya dia tidak memperdulikan teriakan-teriakan histeris dari teman-temannya, setiap kami teriak, dia hanya tertawa sambil berkata “seneng aku”
Tapi ada yang lebih hebat lagi, Ilham, Yoga, Eric, Donsi, Jojo dan Adisti bisa tidur dalam keadaan menegangkan seperti itu. Entah mereka tidurnya nyenyak atau tidak, yang pasti mereka tidur. Tersisa aku yang menemani Gilang menyetir. Tapi aku sempet ketiduran juga sih satu jam. Hehe.
Dengan kekuatan super Gilang -_- kami sampai di Surabaya sekitar pukul 02.00 dini hari. Alhamdulillah.. dengan itu berakhirlah liburan singkat kami, liburan penutup di akhir tahun 2015. Semoga di 2016 ini kita bisa berlibur sama-sama lagi ya gengs, meskipun jadwal kuliah kita semakin padat, tapi kita harus sempetin buat piknik ya kan? Kita harus selamatkan generasi muda dari budaya kurang piknik :D

Sudah dulu ya ceritanya. Aku lagi males cerita ini. Bye!

Note : demi menyampaikan amanah, maka dengan sangat terpaksa aku tidak merekomendasikan pulau Sempu untuk teman-teman kunjungi. Sempu sekarang merupakan cagar alam yang dilindungi. Biarkanlah habitatnya hidup alami tanpa terjamah tangan dan jejak kaki kita. Aku dan teman-teman juga minta maaf atas keberuntungan yang membawa kami bisa sampai ke Sempu.
Eh tapi kalian bisa kok ke Sempu, asalkan membuat proposal dengan tujuan yang jelas. Sekian infonya :D

nih, bonus wajah bahagia kami :p

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mula Sebuah Kisah

15 Juni 2016, Aku menatap layar ponselku, satu komentar baru tersemat di sebuah postingan lamaku yang berjudul Puisi Tak Bertuan.  "Happy birthday. Mungkin hari ini membuatmu bahagia, mungkin juga tidak. Semoga kebahagiaan selalu menyertaimu dan semoga sisa umurmu lebih bermanfaat dan barokah"  Aku terdiam sejenak, dia menjejak lagi di laman komentar blog pribadiku masih dengan identitas yang disembunyikan, anonim. Seperti tak mengenal lelah akan abainya sikapku, ia mencoba berbagai cara hanya agar pesannya berbalas. Baiklah. Namun  harus kuakui dialah satu-satunya orang yang mendoakanku tepat di hari itu, selain kedua orang tuaku. Maka demi menghargai niat baiknya, kuucap terimakasih dan kubalas ia dengan doa yang sama. Semoga kebahagiaan selalu menyertai sepanjang hidupmu .  15 Juni 2018,  Hari itu bertepatan dengan 1 Syawal penanggalan kalender hijiriah di tahun 1439. Beberapa hari terakhir aku berteman dengan kesakitan bernama pening, sepagi itu aku terb

Aku Juga Menunggu, Bu

Pagi ini Ibu gelisah, wajahnya terlihat jengkel. Bolak-balik ia masuk kamar. Akhirnya tanpa kutanya, ia menjawab. "Adikmu jika ditunggu lama sekali"  Aku tersenyum tipis, "aku juga sedang menunggu, bu"  "Siapa?"  "Entahlah"  Ibu kemudian meninggalkanku, mungkin ia semakin jengkel, mungkin ia kira aku menggodanya. Padahal aku sungguh-sungguh menunggu. Meski tak tahu siapa yang kutunggu.  ...bukankah kita tak perlu 'apa dan siapa' untuk bisa menunggu?  Bukankah menunggu hanya perlu keyakinan bahwa yang ditunggu pasti datang?  Apapun itu, siapapun itu...  Hey, kamu... aku masih menunggu Pendopo, Juli 2015

Puisi Tak Bertuan

Menjadi hujan... Aku adalah hujan Yang mungkin kamu benci Ketika aku turun tanpa permisi Membasahi lagi cucianmu yang nyaris kering Aku adalah hujan Yang mungkin kamu tunggu Di teriknya siang di Surabaya Aku adalah hujan Yang katanya kamu sukai Tapi kamu lebih memilih berlindung di balik jendela kamarmu Aku adalah hujan Yang mungkin kamu tunggu Tapi kamu selalu berteduh, tidak menyambutku ramah Aku adalah hujan Yang tidak akan pernah lagi menyapamu Karena aku adalah hujan