Langsung ke konten utama

Rumah adalah

Mendengar kata 'pindah' yang pertama kali terbayang adalah 'adaptasi' 
Adaptasi dengan lingkungan baru, suasana baru, bahkan mungkin kebiasaan baru. Jauh-jauh hari sebelum pulang, aku memikirkan hal itu. Meskipun menurut Ibu, aku ini orang yang senang berpindah, tapi jujur aku tidak suka dengan kata itu. Aku malas menjadi 'orang asing' di tempat baru. Terlebih itu rumah orangtuaku sendiri. 

Tapi ajaib, berbeda dari pengalaman yang sudah-sudah. ternyata memang berpindah-pindah tempat kos jauh lebih menyebalkan dibanding pindah rumah. 
Bahkan hei, tahukah? Sejak detik pertama aku menginjakkan kaki di tempat baru ini, aku tidak merasa menjadi 'orang asing' 
Kakiku seperti sudah paham ke mana harus melangkah, seperti sudah hafal seluk beluk rumah ini. 

Kini aku sadar, perkara rumah tak bisa disamakan dengan apa pun. 
Karena rumah adalah tempat di mana aku menemukan kenyamanan, ketenangan, dan kehidupan yang tidak ku dapat di luar sana. 
Karena rumah adalah tempat terbaikku untuk pulang, mengurung diri, bersembunyi dari hiruk pikuk dunia luar. 
Karena rumah adalah tempat di mana aku merasa utuh, ada, untuk dicintai. 
Karena rumah bukan soal bangunan, gedung-gubuk, besar-kecil, luas-sempit. Tapi rumah adalah saat ku temukan Ibu di dalamnya, saat ku temukan empat laki-laki yang berkeliaran di dalamnya tanpa membuatku merasa terganggu.

Dan rumah juga tempat terbising yang membuatku selalu jatuh cinta. Seperti pagi ini, Ibu dengan segala kesibukannya, berdandan, bolak-balik masuk kamar menanyakan "bagus pakai baju ini atau baju ini?" Dengan mata masih terpejam aku sembarang tunjuk. Belum lagi jika ayahku masih di rumah, Ia akan bolak-balik masuk kamar membangunkanku. Belum lagi jika ketiga adikku libur, mereka juga akan bolak-balik masuk kamar untuk menanyakan hal yang tidak penting "mbak, jam berapa sekarang?" . Tapi itu tidak sama sekali mengganggu, bahkan itu jadi hal yang paling ku rindu saat jauh. 

Maka kini, aku bersyukur atas setiap detik yang aku lewati bersama mereka, di rumah ini. Aku harap Tuhan mempersatukan kami lebih lama di bawah satu atap yang sama. Agar kelak aku tak ragu menyebut tempat apa pun yang menaungi kami dengan sebutan 'rumah' 

Rumah, 6 Juni 2015

Komentar

benbenavita mengatakan…
Uhuy:)
Rumah ada tempat dimana kita merasa nyaman 😊
Unknown mengatakan…
Subhanallah deb... rumah...
Fran mengatakan…
Home isn't a place, it's a feeling
Deby Theresia mengatakan…
Kak Benaaaa, udah berapa lama ga pulang? :3
Deby Theresia mengatakan…
Can someone being a 'home' for someone else?
Fran mengatakan…
Course yes, if we let him/her

Postingan populer dari blog ini

Mula Sebuah Kisah

15 Juni 2016, Aku menatap layar ponselku, satu komentar baru tersemat di sebuah postingan lamaku yang berjudul Puisi Tak Bertuan.  "Happy birthday. Mungkin hari ini membuatmu bahagia, mungkin juga tidak. Semoga kebahagiaan selalu menyertaimu dan semoga sisa umurmu lebih bermanfaat dan barokah"  Aku terdiam sejenak, dia menjejak lagi di laman komentar blog pribadiku masih dengan identitas yang disembunyikan, anonim. Seperti tak mengenal lelah akan abainya sikapku, ia mencoba berbagai cara hanya agar pesannya berbalas. Baiklah. Namun  harus kuakui dialah satu-satunya orang yang mendoakanku tepat di hari itu, selain kedua orang tuaku. Maka demi menghargai niat baiknya, kuucap terimakasih dan kubalas ia dengan doa yang sama. Semoga kebahagiaan selalu menyertai sepanjang hidupmu .  15 Juni 2018,  Hari itu bertepatan dengan 1 Syawal penanggalan kalender hijiriah di tahun 1439. Beberapa hari terakhir aku berteman dengan kesakitan bernama pening, sepagi itu aku terb

Aku Juga Menunggu, Bu

Pagi ini Ibu gelisah, wajahnya terlihat jengkel. Bolak-balik ia masuk kamar. Akhirnya tanpa kutanya, ia menjawab. "Adikmu jika ditunggu lama sekali"  Aku tersenyum tipis, "aku juga sedang menunggu, bu"  "Siapa?"  "Entahlah"  Ibu kemudian meninggalkanku, mungkin ia semakin jengkel, mungkin ia kira aku menggodanya. Padahal aku sungguh-sungguh menunggu. Meski tak tahu siapa yang kutunggu.  ...bukankah kita tak perlu 'apa dan siapa' untuk bisa menunggu?  Bukankah menunggu hanya perlu keyakinan bahwa yang ditunggu pasti datang?  Apapun itu, siapapun itu...  Hey, kamu... aku masih menunggu Pendopo, Juli 2015

Puisi Tak Bertuan

Menjadi hujan... Aku adalah hujan Yang mungkin kamu benci Ketika aku turun tanpa permisi Membasahi lagi cucianmu yang nyaris kering Aku adalah hujan Yang mungkin kamu tunggu Di teriknya siang di Surabaya Aku adalah hujan Yang katanya kamu sukai Tapi kamu lebih memilih berlindung di balik jendela kamarmu Aku adalah hujan Yang mungkin kamu tunggu Tapi kamu selalu berteduh, tidak menyambutku ramah Aku adalah hujan Yang tidak akan pernah lagi menyapamu Karena aku adalah hujan