Langsung ke konten utama

Bumi dan Bulan

Tulisan kali ini, aku dedikasikan untuk keluarga tercinta, OWOPers di seluruh Indonesia -halah lebay- 

Jadi begini, kalian pernah ingat tentang komitmen awal kita ketika OWOP dibangun ulang? Kalau tidak salah, sekitar bulan Nopember atau Oktober ya? Aku ingat betul, ketika itu ada sekitar seratus orang berjejalan dalam satu group WA. Penuh sesak obrolan siang-malam. Owop jadi group yang tak ada matinya berbulan-bulan. Eh malah nostalgia -_- 

Tadi kan kita lagi bahas komitmen ya? Iya, komitmen kita untuk menulis 'satu pekan satu tulisan' sesuai nama komunitas ini. Pernah ingat juga tentang partner menulis? Hayo... jangan-jangan kalian lupa siapa partner kalian. Itu loh, pasangan menulis kita, yang jadi alarm kalo kita lagi males nulis. Nah, komitmen yang akan aku bahas di sini, erat kaitannya dengan partner menulis kita itu. 

Kalau aku tidak salah ingat, ada pembagian jenis tulisan setiap minggunya. Minggu pertama kita menulis sesuai passion. Minggu kedua kita menulis tantangan dari partner kita tadi. Minggu ketiga kita balik menantang partner kita, sedangkan kita kembali menulis sesuai passion. Dan minggu keempat kita diminta untuk menuliskan resensi buku. 

Nah ini dia, budaya yang nampaknya sudah lenyap dari bumi Owop. Bahkan jujur, aku sendiri sejak peraturan itu diberlakukan admin, baru sekali menulis resensi buku. Hehe 
Padahal itu tidak kalah pentingnya. Meresensi buku yang kita baca ada banyak manfaatnya. Termasuk manfaat terpenting yang dimaksud komunitas ini adalah mengembalikan semangat membaca bagi tiap membernya. Karena kan penulis hebat adalah mereka yang rakus membaca. Jadi, dengan adanya aturan setoran resensi buku tiap bulannya harusnya jadi semangat kita untuk terus memperbarui dan memperbanyaak bacaan kita. Nah kenapa hayo kesini pada loyo? Mungkin sebagian teman-teman ada yang lupa atau bahkan tidak tahu? Tapi aku yakin, meskipun kalian sudah tidak pernah menulis resensi buku dalam blog, wordpress, tumblr, website, dan apalah yang lain sejenisnya. kalian pasti tetap rajin membaca. Terlihat kok dari kualitas tulisan kalian yang luar bisa keren :) 

Oh iya, aku sampai lupa. Sebenarnya tulisan di atas hanya mukadimah. Inti tulisannya ada di bawah ini ya hehe. 

Sesuai judul, aku akan meresensi dua novel yang terakhir aku baca bulan ini yaitu novel trilogi dari Mas Tere Liye, ada Bumi, Bulan, dan Matahari. Berhubung yang sudah terbit baru Bumi dan Bulan, jadi yang di resensi dua ini dulu ya. Matahari nya baru terbit 2016 nanti. 

Aduh, ini sudah terlalu panjang di mukadimah. Takut pembaca capek baca tulisan ini. Jadi aku tidak perlu berlama-lama ya. Cukup menceritakan inti atau pesan yang penulis ingin sampaikan dalam dua novel tersebut. 

Sebenarnya jika kita jeli dalam membaca, kita tidak akan hanya jadi pembaca yang kritis dan baper lho. Ada banyak pelajaran yang tersirat dibalik novel itu. Dalam novel Bumi dan Bulan, pesan paling menonjol yang aku tangkap adalah tentang kesetiakawanan, keberanian, ketulusan yang tergambar dalam petualangan panjang tiga bocah kelas satu SMA, ditambah bocah umur 18 tahun di novel Bulan. 

Raib, Selly, Ali, dan Ily. Keempat pemuda pemberani yang menjadi tokoh utama dalam dua novel ini. Keempatnya memiliki kekhasan masing-masing. Raib, makhluk klan bulan yang dibesarkan di bumi memiliki kekuatan menakjubkan, dapat menghilang. Selly, makhluk klan matahari yang dibesarkan di bumi juga memiliki kekuatan tak kalah menakjubkan, ia dapat mengeluarkan petir dari tangannya. Ali, makhluk asli klan bumi atau sering di kenal dengan makhluk tanah, klan terendah dari empat klan yang ada. Ia tidak memiliki kekuatan apa-apa, tapi ia jenius. ada juga Ily, makhluk asli klan bulan yang mempesona dengan sifat dan kekuatan yang ia miliki. 

Dikisahkan dalam novel Bumi, Raib, Selly dan Ali bertarung melawan Tamus. Makhluk asli klan Bulan yang haus akan kekuasaan. Dan dalam novel kedua, Bulan. Ketiga anak SMA tadi ditambah dengan Ily, mengikuti kompetisi di klan matahari dan bertarung melawan Fala (Fala apa ya namanya, fala tara nata sih kalau tidak salah) sama dengan Tamus, yang satu ini juga haus kekuasaan. Namun, tak ada yang mengalahkan ketulusan dan keberanian. Kalian pasti bisa menebak siapa yang menang :) 

Aaaah aku tidak akan bercerita panjang lebar di sini. Kalian harus baca novel ini! 
Sedikit bocoran, ketika di novel Bumi, aku jatuh cinta pada Ali hihi. Tapi berpindah hati ketika di novel Bulan, Ily mencuri perhatianku hehe. Tapi sayang sekali, di akhir novel Bulan aku harus kehilangan Ily :( 

Ah cukup! Segini saja ya, tadinya kan hanya ingin menyampaikan inti cerita, malah meluas ceritanya. Hehe maafkeun. 

Aku sungguh tidak sabar, menunggu kelanjutan novel ketiga. Matahari. Akan seperti apa ya petualangan selanjutnya? Di mana ya mereka akan berpetualang, klan bumi atau malah klan bintang yang tak terjamah karena jaraknya terpencil jauh? Ah entahlah :D 

Maafkan resensi asal-asalan ini ya, random dan tidak jelas. Sengaja sih, biar kalian penasaran juga hehe. 


Komentar

Anonim mengatakan…
Haha... jadi penasaran novle bumi dan bulannya. Ah... aku juga udah lupa siapa partner nulisku? Hehe
Unknown mengatakan…
Smengat ☺ there
Unknown mengatakan…
Smengat ☺ there
arian sahidi mengatakan…
Saya malah udah lama nggak baca novel.. Sejak kuliah lagi, kebanyakan baca buku buku ilmiah.
Deby Theresia mengatakan…
Ayo Jun, berburu novel Jun wkwkw . Ih Jun mah jahat ngelupain partner :p
Deby Theresia mengatakan…
Laniiii :D makasih hehe
Deby Theresia mengatakan…
Wuih keren, hehe . Aku suka bosen baca yg gituan. Jadi butuh novel untuk hiburan :D
Unknown mengatakan…
buku pertama yang Bumi kan?

Postingan populer dari blog ini

Mula Sebuah Kisah

15 Juni 2016, Aku menatap layar ponselku, satu komentar baru tersemat di sebuah postingan lamaku yang berjudul Puisi Tak Bertuan.  "Happy birthday. Mungkin hari ini membuatmu bahagia, mungkin juga tidak. Semoga kebahagiaan selalu menyertaimu dan semoga sisa umurmu lebih bermanfaat dan barokah"  Aku terdiam sejenak, dia menjejak lagi di laman komentar blog pribadiku masih dengan identitas yang disembunyikan, anonim. Seperti tak mengenal lelah akan abainya sikapku, ia mencoba berbagai cara hanya agar pesannya berbalas. Baiklah. Namun  harus kuakui dialah satu-satunya orang yang mendoakanku tepat di hari itu, selain kedua orang tuaku. Maka demi menghargai niat baiknya, kuucap terimakasih dan kubalas ia dengan doa yang sama. Semoga kebahagiaan selalu menyertai sepanjang hidupmu .  15 Juni 2018,  Hari itu bertepatan dengan 1 Syawal penanggalan kalender hijiriah di tahun 1439. Beberapa hari terakhir aku berteman dengan kesakitan bernama pening, sepagi itu aku terb

Aku Juga Menunggu, Bu

Pagi ini Ibu gelisah, wajahnya terlihat jengkel. Bolak-balik ia masuk kamar. Akhirnya tanpa kutanya, ia menjawab. "Adikmu jika ditunggu lama sekali"  Aku tersenyum tipis, "aku juga sedang menunggu, bu"  "Siapa?"  "Entahlah"  Ibu kemudian meninggalkanku, mungkin ia semakin jengkel, mungkin ia kira aku menggodanya. Padahal aku sungguh-sungguh menunggu. Meski tak tahu siapa yang kutunggu.  ...bukankah kita tak perlu 'apa dan siapa' untuk bisa menunggu?  Bukankah menunggu hanya perlu keyakinan bahwa yang ditunggu pasti datang?  Apapun itu, siapapun itu...  Hey, kamu... aku masih menunggu Pendopo, Juli 2015

Puisi Tak Bertuan

Menjadi hujan... Aku adalah hujan Yang mungkin kamu benci Ketika aku turun tanpa permisi Membasahi lagi cucianmu yang nyaris kering Aku adalah hujan Yang mungkin kamu tunggu Di teriknya siang di Surabaya Aku adalah hujan Yang katanya kamu sukai Tapi kamu lebih memilih berlindung di balik jendela kamarmu Aku adalah hujan Yang mungkin kamu tunggu Tapi kamu selalu berteduh, tidak menyambutku ramah Aku adalah hujan Yang tidak akan pernah lagi menyapamu Karena aku adalah hujan