Langsung ke konten utama

Makna ilah

Karena cara terbaik membekukan ilmu adalah dengan menuliskannya, maka kali ini aku ingin membekukan sekaligus berbagi sedikit ilmu baru yang ku dapat. Semoga bermanfaat :)

Makna Ilah yang pertama yaitu berasal dari kata Aliha, dimana ada empat makna utama dari aliha yaitu sakana ilahi, istijaara bihi, asy syauqu ilaihi dan wull’a bihi. Penjelasannya adalah sebagai berikut:
Sakana ilaihi (mereka tenteram kepadanya), 
yaitu ketika ilah tersebut diingat-ingat olehnya, ia merasa senang dan manakala mendengar namanya disebut atau dipuji orang ia merasa tenteram.
“Dan Kami seberangkan Bani Israil ke seberang lautan itu, maka setelah mereka sampai kepada suatu kaum yang tetap menyembah berhala mereka, Bani lsrail berkata: “Hai Musa. buatlah untuk kami sebuah tuhan (berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa tuhan (berhala)”. Musa menjawab: “Sesungguh-nya kamu ini adalah kaum yang tidak mengetahui (sifat-sifat Tuhan)”.”(QS. Al-A’raaf: 138)
Ayat di atas menggambarkan kisah Bani Israel yang bodoh karena menghendaki adanya ilah yang dapat menenteramkan hati mereka. 

Istijaara bihi (merasa dilindungi olehnya), karena ilah tersebut dianggap memiliki kekuatan yang mampu menolong dirinya dari kesulitan hidup.
“Mereka mengambil sembahan-sembahan selain Allah, agar mereka mendapat pertolongan.” (QS. Yaasiin: 74)
Ayat di atas menggambarkan orang-orang musyrik yang mengambil pertolongan dari selain Allah, padahal berhala-berhala tersebut tidak dapat memberikan pertolongan. Padahal hanya Allah lah satu-satu nya dzat yang maha memelihara.
Assyauqu ilaihi (merasa selalu rindu kepadanya)
Yaitu ada keinginan selalu bertemu dengannya. Ada kegembiraan apabila bertemu dengannya.
“Mereka menjawab: “Kami menyembah berhala-berhala dan kami senantiasa tekun menyembahnya”.” (QS. Asy-Syu’araa’: 71)
Ayat di atas menggambarkan para penyembah berhala yang sangat tekun melakukan pengabdian kepada berhala karena selalu rindu kepadanya.
Lalu adakah kita memiliki kerinduan untuk terus berjumpa dengan Allah? 

Wull’a bihi (merasa cinta dan cenderung kepadanya)
Rasa rindu yang menguasai diri menjadikannya mencintai ilah tersebut, walau bagaimanapun keadaannya.
“Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah…” (QS. Al-Baqarah: 165)
Ayat di atas menggambarkan adanya sebagian manusia (orang-orang musyrik) yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah dan mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah, karena mereka sangat cenderung atau dikuasai olehnya.

Semoga kita bisa mengambil pelajaran dari kisah orang-orang terdahulu. Semoga hanya Allah lah Ilah kita, yang membuat kita tentram dalam mengingat Nya, membuat kita sadar hanya Dia lah yang bisa melindungi kita, yang selalu kita rindukan perjumpaan dengan Nya, dan yang kita cintai. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mula Sebuah Kisah

15 Juni 2016, Aku menatap layar ponselku, satu komentar baru tersemat di sebuah postingan lamaku yang berjudul Puisi Tak Bertuan.  "Happy birthday. Mungkin hari ini membuatmu bahagia, mungkin juga tidak. Semoga kebahagiaan selalu menyertaimu dan semoga sisa umurmu lebih bermanfaat dan barokah"  Aku terdiam sejenak, dia menjejak lagi di laman komentar blog pribadiku masih dengan identitas yang disembunyikan, anonim. Seperti tak mengenal lelah akan abainya sikapku, ia mencoba berbagai cara hanya agar pesannya berbalas. Baiklah. Namun  harus kuakui dialah satu-satunya orang yang mendoakanku tepat di hari itu, selain kedua orang tuaku. Maka demi menghargai niat baiknya, kuucap terimakasih dan kubalas ia dengan doa yang sama. Semoga kebahagiaan selalu menyertai sepanjang hidupmu .  15 Juni 2018,  Hari itu bertepatan dengan 1 Syawal penanggalan kalender hijiriah di tahun 1439. Beberapa hari terakhir aku berteman dengan kesakitan bernama pening, sepagi itu aku terb

Aku Juga Menunggu, Bu

Pagi ini Ibu gelisah, wajahnya terlihat jengkel. Bolak-balik ia masuk kamar. Akhirnya tanpa kutanya, ia menjawab. "Adikmu jika ditunggu lama sekali"  Aku tersenyum tipis, "aku juga sedang menunggu, bu"  "Siapa?"  "Entahlah"  Ibu kemudian meninggalkanku, mungkin ia semakin jengkel, mungkin ia kira aku menggodanya. Padahal aku sungguh-sungguh menunggu. Meski tak tahu siapa yang kutunggu.  ...bukankah kita tak perlu 'apa dan siapa' untuk bisa menunggu?  Bukankah menunggu hanya perlu keyakinan bahwa yang ditunggu pasti datang?  Apapun itu, siapapun itu...  Hey, kamu... aku masih menunggu Pendopo, Juli 2015

Puisi Tak Bertuan

Menjadi hujan... Aku adalah hujan Yang mungkin kamu benci Ketika aku turun tanpa permisi Membasahi lagi cucianmu yang nyaris kering Aku adalah hujan Yang mungkin kamu tunggu Di teriknya siang di Surabaya Aku adalah hujan Yang katanya kamu sukai Tapi kamu lebih memilih berlindung di balik jendela kamarmu Aku adalah hujan Yang mungkin kamu tunggu Tapi kamu selalu berteduh, tidak menyambutku ramah Aku adalah hujan Yang tidak akan pernah lagi menyapamu Karena aku adalah hujan