Langsung ke konten utama

Kereta, Gigi dan Cinta

Suatu siang di kereta

Aku membetulkan letak kacamataku, menatap layar ponsel dengan serius. Tangan kananku menggenggam cakwe pemberian Aci di stasiun Gambir satu jam yang lalu. 
Baru setengah jam kereta yang kutumpangi melaju, hatiku seolah telah berjalan ratusan kilometer lebih jauh dari jarak yang telah tertempuh. 
Aku membaca ulang percakapanku dengan Aci di bbm dua hari yang lalu. 

"Aku kalo jatuh cinta milih-milih juga lah Gil, ga sembarang orang. Cuma orang istimewa dong yang bisa dapet cinta nya aku hahaha" 

Aku berhenti lama pada bagian itu. masih belum percaya, wanita yang membuatku rela menghabiskan dua tahun hidupku untuk menjadi sosok teman yang selalu ada, berbagi cerita, tawa, rasa dan air mata, kini telah jatuh cinta pada sosok pria istimewa (katanya), tapi itu bukan aku, bukan Agil atau Ragil Prasetya. 

Mukutku masih terus mengunyah cakwe, mataku tetap awas mengamati tiap baris kalimat dalam pesan bbm dari Aci. 

"Aaah sial..." tiba-tiba gigi graham ku yang berlubang itu kembali nyeri. Sesampainya di Surabaya, akan aku cabut kau. Dasar sialan. Aku mengutuk gigiku dalam hati. 

Air mukaku tak dapat menyembunyikan nyeri, keningku spontan berkerut, wajahku terlipat dan jiwaku terlarut dalam lamunan tanpa batas, sesaat aku memikirkan gigi di sepanjang perjalanan yg kutempuh sejauh 800km. 

Kenapa km harus tanggal dr mulutku, ketika deretan gigi yg lain setia didalam mengapa kamu ingin pergi ? 

Aku bertanya pada tulang rapuh dalam mulutku. 

kemudian kata cinta itu membayangiku didalam lamunan. Seperti gigi yang tanggal dari gusi, 

cinta, kamu pun tak bisa bertahan dengan kuat sebagaimana mesti nya. Sakit memang, jatuh cinta dalam diam, lalu cinta itu sepihak. Hanya dirimu jatuh, tanpa ada tangan yang menangkap.

tapi apa harus segera ku ganti dengan gigi palsu ketika gigi ku sudah patah ? 

Apa harus ku ganti rasa cintaku dengan ketidakpedulian, palsu? 

Atau diam ku menunggu gigi baru untuk tumbuh kembali ? 

seperti diamku menunggu mu untuk jatuh? Kemudian biar aku yang menangkap? 

Banyak yang menertawakan saat aku kehilangan gigi, mereka meneriaki ku 'ompong' karena satu gigi telah pergi dari gusi, bagian gusi itu kosong. 

Dan begitu juga dengan cinta, saat kehilangannya sebagian orang meneriakiku si 'galau' karena cinta itu kalah oleh ketidakpercayaan diri dan keberanian menyatakan, ruang itu pun kosong; hati

Dan aku, setelah kehilangan gigi ataupun cinta harus tetap senyum meskipun tidak terlihat sama. Meskipun gigi dan cinta telah hilang dari tempatnya. 



Ah Aci.. Sulit aku mengatakan cinta. If i say I love you ? Can i keep it forever ?

Cerita terinspirasi dari Hilmy Alhady..

Komentar

Fran mengatakan…
Semua karena cakwe! Hih!
Nadhira Arini mengatakan…
Gila deby sumpah gatau harus ngomong apa lagii. Aaaaa, keyen kali ini perumpamaannyaa hahaha
saidahumaira mengatakan…
Deby.... Aku padamulah deb!!
nisa mengatakan…
Deby kereen...

Jadi teringat sakit gigi semalam, untung bukan karena cakwe...:D
Deby Theresia mengatakan…
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Deby Theresia mengatakan…
Yg bikin perumpamaan cinta dan gigu itu, si Hilmy mbak haha
Deby Theresia mengatakan…
Aku padamuh juga mbak Saiii :*
Deby Theresia mengatakan…
Hai Afatsaaa, telimakciw wkwkwk :D

Postingan populer dari blog ini

Mula Sebuah Kisah

15 Juni 2016, Aku menatap layar ponselku, satu komentar baru tersemat di sebuah postingan lamaku yang berjudul Puisi Tak Bertuan.  "Happy birthday. Mungkin hari ini membuatmu bahagia, mungkin juga tidak. Semoga kebahagiaan selalu menyertaimu dan semoga sisa umurmu lebih bermanfaat dan barokah"  Aku terdiam sejenak, dia menjejak lagi di laman komentar blog pribadiku masih dengan identitas yang disembunyikan, anonim. Seperti tak mengenal lelah akan abainya sikapku, ia mencoba berbagai cara hanya agar pesannya berbalas. Baiklah. Namun  harus kuakui dialah satu-satunya orang yang mendoakanku tepat di hari itu, selain kedua orang tuaku. Maka demi menghargai niat baiknya, kuucap terimakasih dan kubalas ia dengan doa yang sama. Semoga kebahagiaan selalu menyertai sepanjang hidupmu .  15 Juni 2018,  Hari itu bertepatan dengan 1 Syawal penanggalan kalender hijiriah di tahun 1439. Beberapa hari terakhir aku berteman dengan kesakitan bernama pening, sepagi itu aku terb

Aku Juga Menunggu, Bu

Pagi ini Ibu gelisah, wajahnya terlihat jengkel. Bolak-balik ia masuk kamar. Akhirnya tanpa kutanya, ia menjawab. "Adikmu jika ditunggu lama sekali"  Aku tersenyum tipis, "aku juga sedang menunggu, bu"  "Siapa?"  "Entahlah"  Ibu kemudian meninggalkanku, mungkin ia semakin jengkel, mungkin ia kira aku menggodanya. Padahal aku sungguh-sungguh menunggu. Meski tak tahu siapa yang kutunggu.  ...bukankah kita tak perlu 'apa dan siapa' untuk bisa menunggu?  Bukankah menunggu hanya perlu keyakinan bahwa yang ditunggu pasti datang?  Apapun itu, siapapun itu...  Hey, kamu... aku masih menunggu Pendopo, Juli 2015

Puisi Tak Bertuan

Menjadi hujan... Aku adalah hujan Yang mungkin kamu benci Ketika aku turun tanpa permisi Membasahi lagi cucianmu yang nyaris kering Aku adalah hujan Yang mungkin kamu tunggu Di teriknya siang di Surabaya Aku adalah hujan Yang katanya kamu sukai Tapi kamu lebih memilih berlindung di balik jendela kamarmu Aku adalah hujan Yang mungkin kamu tunggu Tapi kamu selalu berteduh, tidak menyambutku ramah Aku adalah hujan Yang tidak akan pernah lagi menyapamu Karena aku adalah hujan