Langsung ke konten utama

Halo Surabaya (part II)

11 Januari 2015, pertama kali bangun tidur di Surabaya *apasih Deb, ga penting* 
Sesungguhnya begitu banyak pelajaran pagi itu, terutama jangan bandel alias nekat, kedua plissss sebelum pergi ke kampung/kota orang yang kita ga tau sudut-sudut nya, persiapkan semua kebutuhan yang penting untuk kelangsungan hidup kita *hyaaa ini apa lagi* 
Tapi ini serius.. 
Sebenrnya perjalanan ke Surabaya ini cukup jauh bagiku juga bagi mama yang menemaniku. Kami sudah menyiapkan berkas, pakaian, dan barang-barang yang ga bisa aku tinggal lah pokoknya. 
Tapi serapi apapun manusia menyusun rencana, jika Allah berkehendak lain, kita bisa apa? 
Malam sebelum keberangkatan semuanya baik-baik saja sampai negara api menyerang. Adik ku, Dimas kena serangan sakit kepala mendadak sampai harus di rawat di rumah sakit. Jadilah semua persiapan yang tersusun rapi sejak bulan lalu buyar sebuyar buyarnya. Mama, orang yang paling teliti tentang semua keperluanku, orang yang paling cerewet mengingatkanku, malam itu berubah mendadak panik dan nyaris berubah fikiran, ga jadi berangkat. Aku sih ga tau ya malem itu, cuma besok paginya mama yang cerita kalo semalem dia niat buat batal berangkat. 
Karena malem itu mama nginep di rumah sakit sama papa, aku di rumah di temenin mbah dan adik-adik. Sebenernya malem itu juga aku ga bisa tidur, diem-diem aku nangis. Ga tau ya mbah denger ga.. aku cuma merasa bersalah dan takut disalahakan, karena mama harus ninggalin Dimas yang lagi sakit demi nganter aku ke Surabaya, takut dibilang egois. Padahal kan menurutku ga salah aku ya, kan rencana nya udah dari jauh jauh hari. dan siapa sih yang mau sakit? Dimas juga ga berencana untuk sakit malem itu *aku tetep bela diri* 

Efek dari rencana yang buyar tadi ga seberapa kok, cuma aku dan mama lupa nyiapin alat mandi ky sabun dan shampo, itu aja. Sederhana kan? 
Tapi tanpa sabun dan shampo ini lah malem pertama dan pagi pertama di Surabaya jadi kacau balau alias busukkkk.. iyalah karena kita ga mandi.. 

Kalo kalian nanya kenapa ga beli aja di toko terdekat? 
Ini jawaban nya, di postingan sebelumnya aku udah cerita kan betapa susah sopir taksi itu cari alamat kost-kost an ku? Sampe empat kali nanya dan di kejer anjing? Perjuangaaaan nyaaaa itu loh.. 
Yupsss, tempat kost ku jauh dari keramaian, jauh dari toko, alfamart, indomaret, dan sejenisnya tempat belanja itu. Letaknya di sudut perumahan yang baru dibangun (kayanya) karena dari informasi yang kami dapat sepanjang perjalanan perumahan itu merupakan rawa timbunan. 

Grrrrr, jadi siapa dong yang salah? Fathia? Bapak kost? Aku? 
Ya aku lah, karena Fathia sejak awal sudah bilang, tempat kost nya jauh dari ITS dan ga bisa di tempuh dengan jalan kaki. Tapi aku tetep ngotot bilang ga papa.. 
Bapak kost juga bilang, tempat kost nya jauh, survey aja dulu cocok apa ga, baru booking. Tapi aku tetep kekeuh mau booking dengan alasan aku ga punya tujuan lain selain kost kost an bapak. 
Dan pas sampe di sana, aku baru sadar kalo kost kost an itu bukan cuma jauh dari kampus tapi juga jauh dari warung warungan *eh pertokoan ding* 
Jadi yang salah aku dong, kenapa nekat, kenapa bandel, kenapa ngotot sama opini ku yang menganggap tempat kost itu ga sejauh yang mereka gambarkan. 

Ya udahlah ya, udah terlanjur. Udah jam 10 malem. Badan udah capek, mau kemana lagi selain tidur di kost itu? 
Dan ketika bongkar muat di situ kita sadar kalo kita ga punya sabun juga shampo. Aku dan mama saling tatap kemudian nyengir getir. Akhirnya malem itu kita mandi dengan air tanpa sabun. Pengen nangis rasanya. Eh ga sih, udah sampe nangis malah..

Oh ya sampe lupa. Ada yang memperburuk keadaan. Kita (aku dan mama) juga lupa bawa charger. Huaaah batre hp sekarat, ga bisa hubungi siapa-siapa. Cuma samsung kecil mama yg masih aktif, pas papa nelpon dan kita cerita apa aja yang ketinggalan papa langsung ceramah -______- 

Untuk yang satu ini masih bisa di atasi sih, aku paksa mama gedor tetangga sebelah buat pinjem charger *jahat banget kan aku jadi anak?* 
Berisilah batre hp barang belasan persen, lumayan sampe pagiiii.. 

Bangun pagi, ga ada aura seger seger nya . Tetep aja bete karena ga punya sabun buat mandi. Akhirnya mama bujuk aku buat mandi bebek lagi, terus keluar buat cari perlengkapan mandi. Dengan berat hatiiii aku mau aja lah, keluar rumah tanpa mandi pagi, ga ada yang tau ini. Ahahah jorok banget sih.. 

Sebenernya kalo inget ini jadi sedih juga, karena kalo di runtutin kejadian lupa ini karena kita semua terfokus sama kondisi Dimas, gimana ga buyar coba, aku dan mama pamitan sama Dimas dan oma di rumah sakit (pagi itu oma yang jagain Dimas di rumah sakit), tangis tangisan di rumah sakit, aku sedih bangeeeet, terutama mama, separuh hatinya mungkin terbang ke Surabaya, tapi separuhnya lagi tertinggal di ruang rawat inap RSP Pendopo. Kalo aku? Ga bisa di harepin sih.. jadi anak udah teledor, pelupa dan manja sama mama. Jadi kalo mama lupa, aku lebih lupa lagi.. 

Hufttt begitulah teman-teman. Jadilah anak yang baik dan ga teledor koyo aku yoo.. biar ga nyusahin diri sendiri juga orang lain.. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mula Sebuah Kisah

15 Juni 2016, Aku menatap layar ponselku, satu komentar baru tersemat di sebuah postingan lamaku yang berjudul Puisi Tak Bertuan.  "Happy birthday. Mungkin hari ini membuatmu bahagia, mungkin juga tidak. Semoga kebahagiaan selalu menyertaimu dan semoga sisa umurmu lebih bermanfaat dan barokah"  Aku terdiam sejenak, dia menjejak lagi di laman komentar blog pribadiku masih dengan identitas yang disembunyikan, anonim. Seperti tak mengenal lelah akan abainya sikapku, ia mencoba berbagai cara hanya agar pesannya berbalas. Baiklah. Namun  harus kuakui dialah satu-satunya orang yang mendoakanku tepat di hari itu, selain kedua orang tuaku. Maka demi menghargai niat baiknya, kuucap terimakasih dan kubalas ia dengan doa yang sama. Semoga kebahagiaan selalu menyertai sepanjang hidupmu .  15 Juni 2018,  Hari itu bertepatan dengan 1 Syawal penanggalan kalender hijiriah di tahun 1439. Beberapa hari terakhir aku berteman dengan kesakitan bernama pening, sepagi itu aku terb

Aku Juga Menunggu, Bu

Pagi ini Ibu gelisah, wajahnya terlihat jengkel. Bolak-balik ia masuk kamar. Akhirnya tanpa kutanya, ia menjawab. "Adikmu jika ditunggu lama sekali"  Aku tersenyum tipis, "aku juga sedang menunggu, bu"  "Siapa?"  "Entahlah"  Ibu kemudian meninggalkanku, mungkin ia semakin jengkel, mungkin ia kira aku menggodanya. Padahal aku sungguh-sungguh menunggu. Meski tak tahu siapa yang kutunggu.  ...bukankah kita tak perlu 'apa dan siapa' untuk bisa menunggu?  Bukankah menunggu hanya perlu keyakinan bahwa yang ditunggu pasti datang?  Apapun itu, siapapun itu...  Hey, kamu... aku masih menunggu Pendopo, Juli 2015

Puisi Tak Bertuan

Menjadi hujan... Aku adalah hujan Yang mungkin kamu benci Ketika aku turun tanpa permisi Membasahi lagi cucianmu yang nyaris kering Aku adalah hujan Yang mungkin kamu tunggu Di teriknya siang di Surabaya Aku adalah hujan Yang katanya kamu sukai Tapi kamu lebih memilih berlindung di balik jendela kamarmu Aku adalah hujan Yang mungkin kamu tunggu Tapi kamu selalu berteduh, tidak menyambutku ramah Aku adalah hujan Yang tidak akan pernah lagi menyapamu Karena aku adalah hujan