Langsung ke konten utama

Yang Lebih Bijak Dari Mengenang


"Gio, mbak iri sama Gio"

satu pesan terkirim dan belum di Read

"eh bukan iri dek, mbak kagum sama Gio hehe"

terlihat disana Gio is writing a massage....
"hah kagum sama siapa mbak? Gio? apa yang dikagumi? Astagfirullah....."

"hiks, oke Gio sebenernya mbak kagum dengan cara Allah yang begitu menjaga seorang Gio, mbak kagum dengan bijaknya cara Allah, kamu beruntung dek, semoga istiqomah ya"

"ya Allah, seorang terlihat baik itu karena Allah yang maha baik menutup aib orang tersebut mbak. Gio gak lebih baik dari mbak. Gio juga kagum sama mbak Deby"

"iya dek, mbak tau tapi boleh kan mbak cemburu sama Gio yang pandai menjaga hati :"). Mbak bersyukur kok dek, sangat bersyukur Allah menarik mbak ke jalan ini, bertemu banyak salihat, salah satunya Gio. Daan itu berhasil membuat mbak semakin menghakimi masa lalu mbak"

mulai ada mendung lagi dan bau basah mulai tercium nampaknya gerimis mengetuk-ngetuk jendela hati, tahan... tahan... Aku tak boleh menyesal seperti pesannya dulu :)

"jangan gitu mbak, selalu ada alasan bagi Allah meletakkan kita pada suatu kondisi. Setiap orang baik selalu punya masa lalu yang buruk, setiap orang yang buruk selalu punya masa depan yang baik. Tapi Gio selalu bersyukur setiap kali inget ; salah seorang sahabat Rosulullah yang dijanjikan surga punya masa lalu yang lebih buruk dari Gio. Ya setidaknya Gio belum pernah membunuh orang"

Belum sempat kuketik balasan, ada satu pesan masuk lagi

"Ada hal yang lebih bijak dari mengenang masa lalu, membuat cerita baru yang lebih indah mbak Deby"

Dan kali ini, meski sesak aku mencoba untuk tak terisak, masyaAllah bijak sekali fikirku.

"iya dek ya, Allah punya alasan kenapa mbak diletakkan di jalan ini, iya dek ya setiap orang punya jalan yang berbeda dan kita masih bisa memperbaiki masa depan. aaaah terimakasih Gio"

"sama-sama mbak Deby, setiap orang punya kisahnya sendiri dan Allah tak pernah mendzolimi hamba-Nya. Mari sama-sama berjuang mbak Deby. Semoga Allah menjadikan mbak Deby mencintai Gio karena Allah, Gio mencintai mbak Deby juga"

"uhibukki fillah Gi"

"uhibukki fillah aidhon mbak"


Dan gerimis itu tanpa sopan turun makin lebat dengan butiran-butiran yang kian membesar, hujan.... menciptakan rasa tak karuan di dasar hati, air yang melimpah ruah itu meninggalkan bau basah, becek, dan entah apa lagi kusebut... dosa lagi yang kubuat mengingkari nikmat Tuhan-ku yang mana lagi yang pantas kudustakan. Dan sekian aku terjeremab ditengah hujan dan badai perasaan, malam itu Gio datang memayungi imanku yang nyaris porak poranda disapu angin yang dibawa hujan. Aaah sekali lagi terimakasih Tuhan.

-Giovanny adalah gadis yang aku kenal lebih kurang tiga bulan silam, usianya tiga tahun lebih muda dariku dan selalu ada hal unik tentang Gio yang membuat ia berbeda. Dan merasa sedekat ini dengan seorang Gio, kenapa? mungkin memang benar tak perlu susah-susah membangun cinta diantara dua orang yang yang hatinya saling tertaut pada yang maha cinta, Allah.. semoga Allah senantiasa menjaga Gio, dan menjaga cinta yang dibangun atas dasar ukhuwah ini.
Dan sekali lagi, aku benar-benar kagum dengan cara Allah menghadirkan orang-orang baik disekelilingku, yang menasehati dikala lupa dan menguatkan dikala rapuh-


-obrolan singkat sebelum tidur suatu malam di bulan Mei-





aku selalu saja terjebak nostalgia, 
aku kenapa belum bisa memaafkan apa yang telah terjadi di belakang? 
aku katanya meyakini takdir Allah tak pernah salah. 
aku katanya yakin Allah punya alasan bijak kenapa aku menempuh jalan ini. 
aku sudah tau semua teorinya tapi aku selalu gagal dalam prakteknya. 
Kenapa? biasa saja! ini hanya perang batin yang sering terjadi 
kadang saat otak dan hati tak mau berkolaborasi menciptakan 'konspirasi kemakmuran'
aih, sadarlah wahai aku! bukankah nikmatnya kopi terletak pada rasa pahitnya? begitu juga hidup. Dan kenapa aku selalu lupa? mensyukuri pelaku masa lalu itu masih berpihak pada seorang aku
 dan aku hanya perlu yakin pada kuasa-Nya dan percaya padanya. 



Komentar

Giovanny Putri Andini mengatakan…
speechless... mbak debby :''')
Deby Theresia mengatakan…
Akhirnya Gio baca tulisan ini :")
anggra mengatakan…
Stalking twitter gio jd ikut baca tulisan ini.subhanallah.dahsyat

Postingan populer dari blog ini

Mula Sebuah Kisah

15 Juni 2016, Aku menatap layar ponselku, satu komentar baru tersemat di sebuah postingan lamaku yang berjudul Puisi Tak Bertuan.  "Happy birthday. Mungkin hari ini membuatmu bahagia, mungkin juga tidak. Semoga kebahagiaan selalu menyertaimu dan semoga sisa umurmu lebih bermanfaat dan barokah"  Aku terdiam sejenak, dia menjejak lagi di laman komentar blog pribadiku masih dengan identitas yang disembunyikan, anonim. Seperti tak mengenal lelah akan abainya sikapku, ia mencoba berbagai cara hanya agar pesannya berbalas. Baiklah. Namun  harus kuakui dialah satu-satunya orang yang mendoakanku tepat di hari itu, selain kedua orang tuaku. Maka demi menghargai niat baiknya, kuucap terimakasih dan kubalas ia dengan doa yang sama. Semoga kebahagiaan selalu menyertai sepanjang hidupmu .  15 Juni 2018,  Hari itu bertepatan dengan 1 Syawal penanggalan kalender hijiriah di tahun 1439. Beberapa hari terakhir aku berteman dengan kesakitan bernama pening, sepagi itu aku terb

Aku Juga Menunggu, Bu

Pagi ini Ibu gelisah, wajahnya terlihat jengkel. Bolak-balik ia masuk kamar. Akhirnya tanpa kutanya, ia menjawab. "Adikmu jika ditunggu lama sekali"  Aku tersenyum tipis, "aku juga sedang menunggu, bu"  "Siapa?"  "Entahlah"  Ibu kemudian meninggalkanku, mungkin ia semakin jengkel, mungkin ia kira aku menggodanya. Padahal aku sungguh-sungguh menunggu. Meski tak tahu siapa yang kutunggu.  ...bukankah kita tak perlu 'apa dan siapa' untuk bisa menunggu?  Bukankah menunggu hanya perlu keyakinan bahwa yang ditunggu pasti datang?  Apapun itu, siapapun itu...  Hey, kamu... aku masih menunggu Pendopo, Juli 2015

Puisi Tak Bertuan

Menjadi hujan... Aku adalah hujan Yang mungkin kamu benci Ketika aku turun tanpa permisi Membasahi lagi cucianmu yang nyaris kering Aku adalah hujan Yang mungkin kamu tunggu Di teriknya siang di Surabaya Aku adalah hujan Yang katanya kamu sukai Tapi kamu lebih memilih berlindung di balik jendela kamarmu Aku adalah hujan Yang mungkin kamu tunggu Tapi kamu selalu berteduh, tidak menyambutku ramah Aku adalah hujan Yang tidak akan pernah lagi menyapamu Karena aku adalah hujan