Langsung ke konten utama

Imannya Perempuan Surga

Saat seorang muslim miskin, itu hanya berarti ia tidak memiliki harta. Saat Allah takdirkan seorang muslim tak memiliki kaki, itu hanya bermakna ia tak memiliki kaki. Namun ketika seorang muslim kehilangan iman, itu berarti ia tak punya apa-apa - jurnal Ameera

Lalu, apa sebenarnya iman itu? 

Dari Abu Hurairah, beliau berkata “Pada suatu hari, ketika Nabi Shollallahu ‘alayhi wasallam tengah berkumpul bersama para sahabat, tiba-tiba datang seorang lelaki bertanya, ‘Apa itu iman?’ Nabi menjawab, ‘Iman adalah percaya kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, perjumpaan dengan-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari akhir kebangkitan.’ ......” (HR Bukhari, kitab: “Iman” (2), Bab: Pertanyaan malaikat Jibril kepada Nabi Shollallahu ‘alayhi wasallam tentang iman dan islam (37))

Dari penggalan hadits di atas, iman dapat kita artikan percaya, selaras dengan pengertian iman dalam KBBI yaitu percaya; yakin; teguh hati; keyakinan yang berkaitan dengan agama. 

Iman, adalah satu kata yang harusnya terpatri dalam jiwa setiap muslim, terucap lewat lisan dan dibuktikan dengan amal. 

Seperti kisah shohabiyah yang namanya tercatat dalam sejarah Islam  sebagai wanita pertama yang memproklamasikan keimanannya, beliau tak hanya menyatakan keimanan lewat lisan, namun juga membuktikannya lewat langkah amal perbuatan. Ketika siksaan demi siksaan datang dari kafir Quraisy kepada dirinya dan keluarganya, iman mereka tak sedikitpun luntur, yang ada iman itu semakin tebal, dengan tanpa ragu mereka menyerukan “Tuhan kami adalah Tuhan langit dan bumi” . Ialah Sumayyah, wanita syahidah pertama dalam Islam.  Ia telah membeli surga dengan keimanannya. 

Hikmah juga bisa kita petik dari kisah Asiyah binti Mazahim, bersuamikan Fir’aun yang mengklaim bahwa dirinya adalah Tuhan. Saat Fir’aun memiliki kuasa untuk membunuh orang-orang yang tak menuhankan dirinya, Asiyah tetaplah teguh atas apa yang ia yakini, bahwa Tuhannya ialah Tuhannya Musa. “Ya Tuhanku, bangunkan untukku sebuah rumah di sisi-Mu di surga” begitu pinta Asiyah kepada Allah, ia minta sebuah rumah di surga untuk menggantikan kesakitannya di dunia. 

Karena keimanannya, Allah menyebut Asiyah dalam Al-Qur’an sebagai contoh orang-orang beriman. 

Dan Allah membuat istri Fir’aun perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, ketika ia berkata; “ Ya Tuhanku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi –Mu dalam surga dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim (QS At-Tahriim : 11) 

Kisah Sumayyah dan Asiyah adalah dua di antara banyak kisah wanita beriman yang dijanjikan syurga oleh Allah, cukuplah kisah-kisah mereka kita jadikan panutan, ketika badai cobaan menerpa rapuhnya iman kita, ingatlah bahwa tak ada iman yang tak diuji.

Seperti firman Allah  dalam surat Al-Ankabut ayat 2-3 yang artinya : 

”Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan Sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, Maka Sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan Sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” 

Sebab iman letaknya di hati, dan hati manusia sangat mudah berbolak balik, tak bisa kita menjamin iman terus bergerak naik, adakalanya ia lemah, maka butuh dikuatkan. Sebab Allah lah yang menggenggam hati manusia, maka bisikkan selalu doa, semoga Allah jaga iman kita agar senantiasa dalam agama dan ketaatan kepada-Nya. “Yaa Muqalibbal qulub, tsabbit qalbi ‘ala diniik wa ‘ala tha’atik''

©Debs | Rumah | Oktober 2017 

Tulisan ini, untuk tugas bulan kedua di akademi Ameera. Semoga bisa bermanfaat untuk siapa saja, terutama untuk saya pribadi. 

Komentar

Anonim mengatakan…
Dream theater. Congrats 😄
Deby Theresia mengatakan…
Thank you, Anon 😄

Postingan populer dari blog ini

Mula Sebuah Kisah

15 Juni 2016, Aku menatap layar ponselku, satu komentar baru tersemat di sebuah postingan lamaku yang berjudul Puisi Tak Bertuan.  "Happy birthday. Mungkin hari ini membuatmu bahagia, mungkin juga tidak. Semoga kebahagiaan selalu menyertaimu dan semoga sisa umurmu lebih bermanfaat dan barokah"  Aku terdiam sejenak, dia menjejak lagi di laman komentar blog pribadiku masih dengan identitas yang disembunyikan, anonim. Seperti tak mengenal lelah akan abainya sikapku, ia mencoba berbagai cara hanya agar pesannya berbalas. Baiklah. Namun  harus kuakui dialah satu-satunya orang yang mendoakanku tepat di hari itu, selain kedua orang tuaku. Maka demi menghargai niat baiknya, kuucap terimakasih dan kubalas ia dengan doa yang sama. Semoga kebahagiaan selalu menyertai sepanjang hidupmu .  15 Juni 2018,  Hari itu bertepatan dengan 1 Syawal penanggalan kalender hijiriah di tahun 1439. Beberapa hari terakhir aku berteman dengan kesakitan bernama pening, sepagi itu aku terb

Aku Juga Menunggu, Bu

Pagi ini Ibu gelisah, wajahnya terlihat jengkel. Bolak-balik ia masuk kamar. Akhirnya tanpa kutanya, ia menjawab. "Adikmu jika ditunggu lama sekali"  Aku tersenyum tipis, "aku juga sedang menunggu, bu"  "Siapa?"  "Entahlah"  Ibu kemudian meninggalkanku, mungkin ia semakin jengkel, mungkin ia kira aku menggodanya. Padahal aku sungguh-sungguh menunggu. Meski tak tahu siapa yang kutunggu.  ...bukankah kita tak perlu 'apa dan siapa' untuk bisa menunggu?  Bukankah menunggu hanya perlu keyakinan bahwa yang ditunggu pasti datang?  Apapun itu, siapapun itu...  Hey, kamu... aku masih menunggu Pendopo, Juli 2015

Puisi Tak Bertuan

Menjadi hujan... Aku adalah hujan Yang mungkin kamu benci Ketika aku turun tanpa permisi Membasahi lagi cucianmu yang nyaris kering Aku adalah hujan Yang mungkin kamu tunggu Di teriknya siang di Surabaya Aku adalah hujan Yang katanya kamu sukai Tapi kamu lebih memilih berlindung di balik jendela kamarmu Aku adalah hujan Yang mungkin kamu tunggu Tapi kamu selalu berteduh, tidak menyambutku ramah Aku adalah hujan Yang tidak akan pernah lagi menyapamu Karena aku adalah hujan