Betapa sering kita bersemangat akan hal-hal besar dalam cita memperjuangkan agama, lalu lalai bahwa Rasulullah adalah teladan dalam tiap detak dan semua laku, pun yang sekecil-kecilnya.
Pada zaman di mana banyak amal besar dikecilkan oleh niat yang tak menyurga; betapa penting bagi kita mentarbiyah niat dalam amal-amal kecil yang luput dilirik manusia, tapi berpeluang menjadi nilai tinggi bersebab niatnya (SDS, hal. 70)
kepiawaian Salim A. Fillah memadukan dalil dengan kisah, menjadikan kekisah di dalam buku ini sungguh menyejukkan hati.
Lewat buku ini, beliau mengajak kita untuk berbenah niat. Karena Tersebab niat yang menyurga, amalan yang tampaknya kecil menjadi ladang pahala yang besar. Seperti dikisahkan dalam buku ini, Abu Dawud tengah berada di atas perahu penyebrangan, tiba-tiba beliau mendengar orang bersin di tepian dan membaca Hamdalaah, lantas beliau rela membalikkan arah perahu yang ditumpanginya dengan membayar satu dirham kepada tukang perahu, demi mendoakan orang yang bersin di tepian sungai.
Sunnah adalah sunnah, semua bernilai cinta pada sang teladan utusan Allah. "Abu Dawud, telah membeli surga dari Allah dengan satu dirham" kata seseorang dalam mimpi teman-teman seperjalanan Abu Dawud kala itu.
Lewat buku ini pula, Ustadz Salim kembali mengingatkan kita, bahwa dalam menghayati Diin, yang diutamakan adalah taat dan adab. Sebagaimana kisah ketika Madinah sendu, karena Baginda Rasulullah sedang sakit. Suatu subuh, Abu Bakr Ash-Shiddiq maju kengimami kaum muslimin. Ketika shalat hendak dimulai, Rasulullah datang ke barisan shaff dengan dipapah sayyidina Ali dan sayyidina Abbas.
Menyadari kehadiran Rasulullah, Abu Bakr pun mundur. Tetapi Rasulullah mendorong Ash-Siddiq maju, tiga kali Rasulullah mendorongnya, Abu Bakr tetap mengundurkan diri. Beliau duduk di sebelah kanan Rasulullah dan mengisyaratkan semua yang hadir untuk shalat sambil duduk. Maka, subuh itu shalat diimami Rasulullah sembari duduk.
Seusai shalat, Rasulullah bertanya ke Abu Bakr "telah kuperintahkan agar kau tetap menjadi imam, mengapa engkau mundur?"
"Ya Rasulullah, lebih baik tanah di depanku terbelah lalu aku terjatuh ke dalamnya, kemudian bumi menutup dan menghimpitku hingga binasa, daripada aku harus menjadi imam, sementara ada Baginda di belakangku" jawab Abu Bakr dengan bulir air di matanya.
Andai Abu Bakr menjadi imam, ia sama sekali tak bersalah. Dia akan ternilai sebagai orang yang mentaati Rasulullah. Namun kala itu Abu Bakr memilih adab.
Maka adab, adalah buah akhlak paling manis di pohon iman, namun belakangan ini banyak yang meruncingkan kembali perbedaan ''taat" dan "adab". Padahal, kita dapat melihat betapa para sahabat dapat membersamai Rasulullah dengan keduanya.
Begitulah, manisnya penggalan kisah dalam SDS. Setidaknya ada 71 judul yang di dalamnya dikisahkan akhlak sahabat hingga ulama. Kisah-kisah itu kadang menghadirkan senyum, tawa, pun kesedihan karena teringat dosa.
Jika pun buku ini diibaratkan oase di tengah gurun pasir yang tandus, tentu tidaklah berlebihan~
Selamat membaca, selamat merengguk kesejukan dalam indahnya akhlak pemegang warisan para Nabi.
© Deb's | Rumah | Agustus 2017
Komentar