Langsung ke konten utama

Pejuang Terang : Tentang PLN (Part II)

Di tulisan kali ini, aku akan melanjutkan cerita Tentang PLN (Part I) , nah kalau di tulisan sebelumnya aku sudah bahas tentang tes GAT, AKDING, dan Psikotes, di tulisan kali ini aku akan cerita tentang tes kesehatan. 

Oh ya, readers.. Tes PLN ini terdiri dari 6 tahapan, selain tiga tahap yang sudah aku ceritakan di tulisan sebelumnya, ada tiga tes lagi, yaitu tes fisik, tes lab & penunjang, terakhir ada tes wawancara. 

Tapi, di beberapa kota, tim rekrutmen menggabungkan tes fisik dan tes lab & penunjang ini menjadi satu, yang disebut tes kesehatan. Kebetulan, Palembang termasuk kota yang beruntung, karena dua tes yang harusnya dilakukan terpisah itu, dijadikan satu. 

Tes kesehatan PLN bisa dilakukan di manapun, bisa di laboratorium klinik, rumah sakit, bahkan lobi hotel (wkwkw ini ter-ngakak). Beneran lho, temen-temen yang ikut daftar PLN lewat Titian Karir ITB, tes kesehatannya dilakukan di lobi hotel πŸ˜‚ 

Sebagai orang baru dalam dunia kerja (ceileeeh, belum kerja woy πŸ˜‚) . Aku ga mau kudet dong, cari info sana sini, banyak tanya sama temen yang sudah lebih dulu tes kesehatan. 

Sebenernya ga ada tips khusus untuk menghadapi tes kesehatan, sebab di kesehatan ini kita ga bisa bohongi orang lain. Apa yang ada di dalam tubuh kita yang akan berbicara. Halah kok jadi lebay. 

Waktu itu peserta tes kesehatan di Palembang tersisa 78 orang (peserta tes awal sekitar 450an orang) . Peserta tes nya sudah mulai sepi. Karena tes kesehatan ini memakan banyak waktu, maka peserta dibagi menjadi dua batch. Batch pertama sebanyak 19 peserta yang semuanya perempuan, tes kesehatan dijadwalkan pukul 08.00-10.00 WIB. 

Sebelum tes dilakukan, peserta diwajibkan puasa terlebih dulu sejak pukul 21.00 WIB pada malam sebelumnya. 

Pagi-pagi banget aku dianter Papa dan Mama ke r.s Siloam Sriwijaya di Jalan Lorok Pakjo Palembang. Sengaja berangkat pagi, takut macet. Sesampainya di r.s, aku ketemu temen-temenku, karena masih banyak waktu tersisa, selagi menunggu arahan selanjutnya aku mengisi form anamnesa yang sudah disediakan di website PLN.

Tepat pukul 08.00, kami diarahkan ke lantai 2, tempat di mana ruang dokter dan laboratorium berada~

Sebelum mulai, kami diberi satu map yang berisi banyak kertas. Kertas-kertas tersebut nantinya akan diisi oleh perawat, dokter dan laboran yang memeriksa peserta tes. Kami juga diberi arahan oleh dokter tentang tata cara tes lab & fisik.

Setelah diberi arahan, masing-masing peserta akan diarahkan lagi (kok aku boros kata arahan sih yaampun wkwkw) . Kali ini diarahkan harus ke lab mana dulu gitu, karena tiap-tiap peserta ga sama urutan tes nya.

Kalau aku waktu itu, (kalau ga salah inget) urutan tes nya begini
- Ambil sampel darah
- Audiometri
- Tes mata
- Tes buta warna
- Tinggi badan, tekanan darah, lingkar pinggul, berat badan
- Tes keseimbangan, periksa tenggorokan, telinga, ambeien
- EKG ( rekam gelombang jantung )
- Rontgen
- Ambil sampel urin (di hari yang berbeda, karena masalah kewanitaan 😢)

Nah begitulah kira-kira rangkaian pemeriksaan yang menghabiskan waktu +- dua jam untuk 19 peserta.

Tenang, semua dokter, perawat dan laborannya perempuan kok. In syaa Allah aman kalau harus buka jilbab 😊 . Eh kecuali yang ambil sampel darah ya, kalau bermasalah, misal darahnya ga mau keluar, bisa aja ada cowo yang bantuin. Ky aku waktu itu, awalnya sama mbak-mbak. Tapi karena sampe tiga kali tusuk darahnya ga ngalir, diganti sama mas-mas. Tapi mas-mas nya pake sarung tangan kok πŸ™ˆ

Begitulah cerita tes kesehatan pertamaku. Ketika semua rangkaian tes selesai, aku banyak-banyak berdoa, semoga ini jadi pengalaman tes kesehatan pertama dan terakhir. Aku ga mau lagi tes kesehatan masaaa, semacam ada trauma wkwkw. Ky gimana ya, geli sendiri -_-

Yaudah, ceritanya sampai sini dulu. Besok dilanjut cerita tes terakhir; wawancara.

Tips nya buat kali ini, jaga kesehatan. Rajin minum air putih, rajin makan sayur dan buah, rajin olahraga ringan (minimal workout sendiri di rumah), jangan banyak jajan gorengan wkwwk . Eh itu semua berlaku setiap saat ya, jangan cuma pas mau tes kesehatan aja baru dilakukan. Ayo budayakan hidup sehat πŸ’ͺ HAHAHAHAHA NGAPA AKU JADI GINI πŸ˜‚πŸ˜‚πŸ˜‚

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mula Sebuah Kisah

15 Juni 2016, Aku menatap layar ponselku, satu komentar baru tersemat di sebuah postingan lamaku yang berjudul Puisi Tak Bertuan.  "Happy birthday. Mungkin hari ini membuatmu bahagia, mungkin juga tidak. Semoga kebahagiaan selalu menyertaimu dan semoga sisa umurmu lebih bermanfaat dan barokah"  Aku terdiam sejenak, dia menjejak lagi di laman komentar blog pribadiku masih dengan identitas yang disembunyikan, anonim. Seperti tak mengenal lelah akan abainya sikapku, ia mencoba berbagai cara hanya agar pesannya berbalas. Baiklah. Namun  harus kuakui dialah satu-satunya orang yang mendoakanku tepat di hari itu, selain kedua orang tuaku. Maka demi menghargai niat baiknya, kuucap terimakasih dan kubalas ia dengan doa yang sama. Semoga kebahagiaan selalu menyertai sepanjang hidupmu .  15 Juni 2018,  Hari itu bertepatan dengan 1 Syawal penanggalan kalender hijiriah di tahun 1439. Beberapa hari terakhir aku berteman dengan kesakitan bernama pening, sepagi itu aku terb

Aku Juga Menunggu, Bu

Pagi ini Ibu gelisah, wajahnya terlihat jengkel. Bolak-balik ia masuk kamar. Akhirnya tanpa kutanya, ia menjawab. "Adikmu jika ditunggu lama sekali"  Aku tersenyum tipis, "aku juga sedang menunggu, bu"  "Siapa?"  "Entahlah"  Ibu kemudian meninggalkanku, mungkin ia semakin jengkel, mungkin ia kira aku menggodanya. Padahal aku sungguh-sungguh menunggu. Meski tak tahu siapa yang kutunggu.  ...bukankah kita tak perlu 'apa dan siapa' untuk bisa menunggu?  Bukankah menunggu hanya perlu keyakinan bahwa yang ditunggu pasti datang?  Apapun itu, siapapun itu...  Hey, kamu... aku masih menunggu Pendopo, Juli 2015

Puisi Tak Bertuan

Menjadi hujan... Aku adalah hujan Yang mungkin kamu benci Ketika aku turun tanpa permisi Membasahi lagi cucianmu yang nyaris kering Aku adalah hujan Yang mungkin kamu tunggu Di teriknya siang di Surabaya Aku adalah hujan Yang katanya kamu sukai Tapi kamu lebih memilih berlindung di balik jendela kamarmu Aku adalah hujan Yang mungkin kamu tunggu Tapi kamu selalu berteduh, tidak menyambutku ramah Aku adalah hujan Yang tidak akan pernah lagi menyapamu Karena aku adalah hujan