Langsung ke konten utama

Menjadi Ujian

Setiap hati adalah rumah
setiap rumah pasti memiliki pintu
setiap pintu hanya ada satu kunci yang pas untuk membukanya

Tuan, kamu boleh bertandang ke teras rumah siapapun
tapi hanya sebatas teras
inti hati, biarlah tetap si empunya yang menjaga

Ketika kamu mulai tertarik pada seseorang, semua hal tentangnya menjadi terasa menarik. Telingamu mulai peka ketika orang-orang di sekitarmu menyebut namanya, dan kamu kesal ketika orang-orang di sekitarmu menjodoh-jodohkannya dengan orang lain.

Ketika kamu tertarik pada seseorang, semesta seolah berkonspirasi, logikamu mungkin sedikit tumpul. kesamaan-kesamaan kecil antara kamu dan dia kamu asumsikan bahwa itu adalah pertanda jodoh. Sedang perbedaan-perbedaan yang ada kamu sebut "perbedaan itu ada agar kita saling melengkapi"

Ketika kamu tertarik pada seseorang gravitasi bumi seolah berpindah pada orang tersebut. Kamu, seperti tidak punya pilihan lain kecuali jatuh.  Semua hal tentangnya, seperti wajib kamu ketahui. Di mana dia hari ini? Apa saja yang dia lalui hari ini? Bersama siapa dia seharian tadi? Kamu mendadak berubah menjadi mata-mata. Sesekali mencuri dengar hal-hal tentangnya dari teman-teman dekatnya.
 
Ketika kamu memiliki ketertarikan terhadap seseorang, itu hal yang wajar. Tapi kamu juga harus berhati-hati, kamu sesekali perlu takut bila ketidakmampuanmu menjaga diri malah menjadi ujian untuk orang yang kamu sukai. Seperti misalnya, segala bentuk ke-ingin-tahu-an mu dan perhatian-perhatian kecilmu mulai mengusik hati dia yang kamu sukai. Takutlah ketika 'perasaan' itu semakin mekar justru di saat kamu belum mampu mengambil langkah berani untuk menumbuhkannya ke derajat yang lebih tinggi. 

Tuan, kamu boleh jatuh hati, tapi kamu tidak mau kan kehadiranmu hanya menjadi ujian untuknya?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mula Sebuah Kisah

15 Juni 2016, Aku menatap layar ponselku, satu komentar baru tersemat di sebuah postingan lamaku yang berjudul Puisi Tak Bertuan.  "Happy birthday. Mungkin hari ini membuatmu bahagia, mungkin juga tidak. Semoga kebahagiaan selalu menyertaimu dan semoga sisa umurmu lebih bermanfaat dan barokah"  Aku terdiam sejenak, dia menjejak lagi di laman komentar blog pribadiku masih dengan identitas yang disembunyikan, anonim. Seperti tak mengenal lelah akan abainya sikapku, ia mencoba berbagai cara hanya agar pesannya berbalas. Baiklah. Namun  harus kuakui dialah satu-satunya orang yang mendoakanku tepat di hari itu, selain kedua orang tuaku. Maka demi menghargai niat baiknya, kuucap terimakasih dan kubalas ia dengan doa yang sama. Semoga kebahagiaan selalu menyertai sepanjang hidupmu .  15 Juni 2018,  Hari itu bertepatan dengan 1 Syawal penanggalan kalender hijiriah di tahun 1439. Beberapa hari terakhir aku berteman dengan kesakitan bernama pening, sepagi itu aku terb

Aku Juga Menunggu, Bu

Pagi ini Ibu gelisah, wajahnya terlihat jengkel. Bolak-balik ia masuk kamar. Akhirnya tanpa kutanya, ia menjawab. "Adikmu jika ditunggu lama sekali"  Aku tersenyum tipis, "aku juga sedang menunggu, bu"  "Siapa?"  "Entahlah"  Ibu kemudian meninggalkanku, mungkin ia semakin jengkel, mungkin ia kira aku menggodanya. Padahal aku sungguh-sungguh menunggu. Meski tak tahu siapa yang kutunggu.  ...bukankah kita tak perlu 'apa dan siapa' untuk bisa menunggu?  Bukankah menunggu hanya perlu keyakinan bahwa yang ditunggu pasti datang?  Apapun itu, siapapun itu...  Hey, kamu... aku masih menunggu Pendopo, Juli 2015

Puisi Tak Bertuan

Menjadi hujan... Aku adalah hujan Yang mungkin kamu benci Ketika aku turun tanpa permisi Membasahi lagi cucianmu yang nyaris kering Aku adalah hujan Yang mungkin kamu tunggu Di teriknya siang di Surabaya Aku adalah hujan Yang katanya kamu sukai Tapi kamu lebih memilih berlindung di balik jendela kamarmu Aku adalah hujan Yang mungkin kamu tunggu Tapi kamu selalu berteduh, tidak menyambutku ramah Aku adalah hujan Yang tidak akan pernah lagi menyapamu Karena aku adalah hujan