Langsung ke konten utama

Halo Surabaya (Part I)

Tanggal 10 Januari 2015 adalah pertama kali aku menginjakkan kaki di Surabaya. Oh ya, cerita kali ini, jika terkesan norak. Maafkeun ya, ehehehe

*flas back*
Sekitar setahun lalu, saat aku melaksanakan kerja praktek di Pertamina Ep Prabumulih (saat masih jadi mahasiswi Polsri) entah darimana dan entah ide siapa, aku dan Tiwi berbincang mengenai lanjut jenjang dari D3 ke S1, saat itu yang aku tau kami hanya membicarakan angan-angan kosong. Memilih-milih kampus ternama di pulau Jawa. ITS salah satunya. namanya juga angan-angan. Padahal dulu aku benar-benar enggan lanjut kuliah. Sudah cukup lelah berteman dengan angka, proses kimia dan segala reaksinya, tapi papa.. iya, dia punya harapan besar putri sulungnya ini bisa kerja di perusahaan yang ah #ifyouknowwhatimean. Dia benar-benar menginginkan putri sulungnya bergelar ST. padahal, aku sendiri maunya lulus ini kerja, kemudian, ah #ifyouknowwhatimean. 

Meski dalam rentang waktu satu tahun, bathin tak pernah mantap. Kadang maju kadang mundur, kadang tekad kerja, kadang juga pengen kuliah lagi, kadang juga pengen segera, ah #ifyouknowwhatimean. Meskipun satu tahun ini kebanyakan teman-teman melihatku sudah mantap untuk kuliah lagi, tapi jauh di dalam diriku terjadi pergolakan bathin yang luar biasa. 
Sebelum akhirnya aku memilih mengikuti apa kata papa, juga di dukung oleh kemauan mama.

Dan jika kini aku terdampar di ujung timur pulau Jawa, jangan tanya 'kenapa' 
Sesungguhnya aku juga tidak tau jawaban pastinya ahahah
Mungkin alasan pertama karena aku tidak mau lanjut jenjang di Unsri. Yang kedua, biaya kuliah di UI mahal. Yang ketiga karena profil lulusan ITS kece-kece *menurut pengamatanku sih* 

Oh ya, #backtothetopic . Halo Surabaya
Tiba di bandara Juanda pukul 19.20 waktu setempat, tidak ada perbedaan waktu sih antara Palembang dan Surabaya. 
Langsung ada sopir travel yang nawarin buat nganter aku dan mama ke tempat tujuan. Karena beberapa hari sebelum keberangkatan sempet nge-Wa Fathia, dan udah booking satu kamar kost untuk satu bulan di tempat kost nya Fathia. Jadi dengan PD lah aku menyerahkan alamat ke sopir travel. Jl Keputih Tegal Timur 3C. Sepanjang perjalanan menuju kost-kost an, sopir travel sebagai tuan rumah begitu ramah menjamu tamu nya, aku dan mama di ajak cerita tentang kota Surabaya, kami juga di antar ke tempat makan yang katanya terkenal dengan soto Lamongan nya yang enak. 

Setelah selesai beli soto dan kenalan dengan jalan-jalan di Sidoarjo-Surabaya, kami memasuki kawasan kampus ITS. Yaaa karena gelap aku tidak melihat apa-apa selain penjual makanan yang berjejer dari ujung ke ujung. Eheheh
Cukup jauh kami melewati kawasan ITS. Dalam benak saya *panjang bener nih kampus* 
Oh ya, aku lupa bilang, kalo sopir taksi nya sampai memasuki kawasan ITS, sudah 2x bertanya alamat kost-kost an yang aku tuju ke penjual gorengan dan penjaga warung. Dan kali ketiga dia turun dari mobil untuk menanyakan alamat itu (lagi) keningnya nampak berkerut. Aku juga ikut berkerut jadinya, karena kata bapak kost itu, alamatnya mudah ditemukan. Dan untuk keempat kalinya sopir travel turun untuk menanyakan alamat, dia di kejar anjing *bagian ini paling miris sekaligus paling kocak*. Aku karena sudah lelah dan berharap segera ketemu kasur, melihat adegan kejar-kejaran sopir travel dengan anjing jadinya bingung mau ketawa apa nangis. 

Akhirnya, setelah agak lama muter-muter di daerah Keputih, ketemu juga kost kost an itu. Setidaknya, Alhamdulillah yang di tuju bukan alamat palsu ahaha..

Aaaah, antara merasa bersalah, kasihan, dan apalah dengan sopir travel yang mengantarku ke tempat kost-kost an malam itu. Tapi mas, semoga Allah membalas semua kebaikanmu ya, semoga rezekimu lancar, dan bahagia bersama keluargamu di manapun kamu berada. 

Dan malam pertama di Surabaya, di bbm Rosa nanya "cak mano Surabaya Beb?" 
Aku cuma bisa bilang "belom jingok an apo-apo, masih gelep" 
Malam pertama di Surabaya, ya tidur lah. :D 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mula Sebuah Kisah

15 Juni 2016, Aku menatap layar ponselku, satu komentar baru tersemat di sebuah postingan lamaku yang berjudul Puisi Tak Bertuan.  "Happy birthday. Mungkin hari ini membuatmu bahagia, mungkin juga tidak. Semoga kebahagiaan selalu menyertaimu dan semoga sisa umurmu lebih bermanfaat dan barokah"  Aku terdiam sejenak, dia menjejak lagi di laman komentar blog pribadiku masih dengan identitas yang disembunyikan, anonim. Seperti tak mengenal lelah akan abainya sikapku, ia mencoba berbagai cara hanya agar pesannya berbalas. Baiklah. Namun  harus kuakui dialah satu-satunya orang yang mendoakanku tepat di hari itu, selain kedua orang tuaku. Maka demi menghargai niat baiknya, kuucap terimakasih dan kubalas ia dengan doa yang sama. Semoga kebahagiaan selalu menyertai sepanjang hidupmu .  15 Juni 2018,  Hari itu bertepatan dengan 1 Syawal penanggalan kalender hijiriah di tahun 1439. Beberapa hari terakhir aku berteman dengan kesakitan bernama pening, sepag...

Kepada Siapa kita Menghamba

"Jika kamu tidak tahan lelah nya belajar maka kamu akan menanggung perihnya kebodohan" (Imam Syafi'i) Senin lalu, 9 Februari 2015 aku resmi menjadi mahasiswi lagi. Menjejakkan kaki di kampus perjuangan ada terselip kebanggan pada diri, padahal apalah arti diri ini tanpa campur tangan Illahi. Hari baru, minggu awal, aku berharap tak ada hal yang begitu berarti yang bisa membebani pundak ini. Tapi aku salah, minggu awal, hari baru telah dibuka dengan setumpuk tugas.  Di tengah teriknya matahari di senin siang, aku menghabiskan 3 jam jatah istirahat di perpustakaan pusat ITS. Menenggelamkan diri dalam dunia para pemikir. Seolah rakus ilmu aku menyambar beberapa buku karangan Himmelblau, Smith Van Ness, Geankoplis, Levenspiel. Teman baruku dengan antusias menerangkan rumus-rumus dalam buku-buku itu. Sementara aku termenung.  Aku merasa hidup bagai robot (lagi) sekarang, kembali berkutat dengan diktat kuliah, kembali bergelut dengan tumpukan buku-buku tebal, kemb...

Setulus Cinta Ayah

Suatu sore di teras rumah  "Ayah, jika suatu hari aku menikah, laki-laki seperti apa yang pantas untukku?" Gea memecah suasana hening dalam permainan catur sore itu.  Ayah menghela nafas, kemudian tertawa sebelum menjawab "Yang bisa main catur lebih hebat dari ayah" Gea melempar pandangan nya ke wajah ayah.  "Banyak dong yah yang bisa main catur, serius ih"  "Skak mat!!! Yes ayah menang" ayah tertawa puas Gea makin jengkel.  "Putriku sayang, permainan catur adalah seperti menkalukan kehidupan. Bila ia punya strategi yang bagus, menanglah ia dalam permainan. Sama seperti hidup, bila ia punya misi yang jelas dalam mewujudkan visi nya, ia adalah pemenang. Tak kan di perbudak dunia. Permainan catur adalah bagaimana berfikir jeli dan jernih, melihat peluang tanpa tergesa-gesa. Sama seperti pada kehidupan. Semoga kau paham"  Ayah mengacak-acak rambut putri semata wayang nya yang beranjak dewasa. Gea bertan...